Kamis, 24 November 2011

Karena lo Ingin yang Itu...



Ketika kamu ingin berbelok ke kiri,
maka pastikan, kiri itulah yang kau inginkan.
Bukan karena Ibu mu yang meminta,
Tapi karena hatimu yang memberi marka.


 Kencangkan sabuk pengamanmu karena sebentar lagi kita akan meluncur, jangan pejamkan mata karena membaca ini kupastikan ini bukan sekedar bermain di dalam sebuah wahana...



READY....


klik klok klik klok apakah ini bunyi detik jam pada umumnya? Bukan, ini adalah bunyi hitungan waktu yang mendadak mempercepat langkahnya di dalam kehidupanku akhir tahun ini. Ya, semua dihadapkan pada kondisi dimana kamu tidak boleh mengambil jalur lain dengan sekedar melewati beberapa wahana kehidupan yang justru kamu harus hadapi.

Contoh sederhana, suatu hari tidak beberapa hari di dalam minggu ini aku dan beberapa kerabat kerja harus mempersiapkan sebuah konsep memperbaiki tata nilai kehidupan yang mencorat-coret atau malah memorat-maritkan kehidupan di negeri ini. Jauh dari sombongya ucapanku tadi, pada dasarnya siapa yang ingin menghadapi hal seperti ini? 

Semisal kamu mengajak pacar, istri atau bahkan Ibumu sendiri berbelanja di sebuah Mall yang menawarkan bermacam diskon dengan pembayaran yang sederhana pula (nggak bisa bayar cash, lo boleh gesek tuh kartu!). Masalahnya lo tau barang-barang yang dijual dengan berbagai macam diskon itu justru akan membuat wanita-wanita yang lo sayangi itu akan terjebak pada hal yang sia-sia, barang sudah ada di rumah, tidak mungkin terpakai lama atau lebih tepatnya hanya menarik jika ditempatkan atau dikenakan oleh patung peraga di mall itu sendiri. Kalo lo menghadapi kondisi seperti itu apa yang akan lo lakukan? Benerkah lo akan diam dengan perkiraan bahwa lo akan membahagiakan wanita yang lo sayang itu?

Sekali lagi itu hanya perumpamaan kegiatan yang gue lakuin di kantor hingga gue harus melihat secercah fajar di keesokan harinya. Pulang di hari selanjutnya dan harus kembali ke ruang aktifitas tidak berselang waktu selanjutnya. Banyak yang bilang Dulu hal yang kaya' gini udah biasa, malah hampir tiap hari di akhir tahun. Sori gue hanya mau bilang "Itu derita lo, Cyiinnn..."

Wait...i have to tell you sumthin, i write this blog when i listen to Coldplay's Song cold "Shiver" 
Okey lanjut, nih ya...kalo yang lalu gue bilang lo harus punya skenario sendiri dalam menjalani hidup karena lo tidak boleh hanya menjadi bagian dalam skenario kehidupan orang lain, maka kali ini gue kasih clue selanjutnya (Criinngg...) Sotoy marotoy gue kumat.

Ini serius karena akan sangat menyenangkan...Sekali lagi gue harus menjalankan 15 jam hidup gue di satu lokasi bertajuk "Tempat mengais rezeki" bukan karena seseorang membuat gue harus tinggal, atau lebih picik lagi untuk mendapat penghargaan dari orang lain, atau lebih jijay lagi karena gue ingin menunjukkan sesuatu ke seseorang yang disebut B-O-S, tapi gue pastikan gue melakukan ini karena gue senang.

Gue tersenyum selalu menghabiskan 15 jam gue itu dan coba tebak apa yang terjadi? Gue benerang ngerasa ringaaaaaaaannnn... banged.

Hidup penuh persaingan, okey nggak ada penolakan buat hal yang satu itu. Tapi apa iya kita harus menghadapi persaingan dengan wajah yang seakan kita menahan sesuatu di organ pencernaan kita? Atau kita harus memicingkan mata tiap-tiap ada orang yang mendekat kepada kita kemudian hati usil menyinggung Hmmm...ngapain nih orang deket-deket gue jangan-jangan pengen tau rahasia wajah gue yang selalu kinclong. Lo akan capek menjalani sisa hidup lo ini dengan terus berprasangka dan berasumsi tanpa ada hasil yang akan lo dapet kecuali muka lo tiba-tiba permanen tampang judes terus.


Enjoy...itu kuncinya. Lo misalkan tanpa sadar udah gede trus bilang... "Oke nama gue Ahmed, umur gue 26 tahun dan agama gue Islam." orang di depan lo tiba-tiba nanya "Ahmed, kenapa lo memilih Islam sebagai agama lo?"

Dengan polosnya gue menjawab..."Eee...karena gue nggak pernah denger nama Ahmed agamanya Kristen Ortodok." maka dengan jawaban ini otomatis IQ lo akan dikasih score 79 sama mahasiswa jurusan Psikolog.

Tapi gimana juga kalo gue bilang, "Gue Islam, karena gue memilih." ngga usah ditambahin embel-embel apa lagi orang juga udah mahfum trus ngeloyor pergi tuh yang nawarin aliran kepercayaan sama batu kali misalkan.

Sedih ngga sih lo denger motivator-motivator bilang dengan kepala rada godeg-godeg "Jika kalian merasa tidak nyaman bekerja di sebuah tempat yang Bos-nya seenaknya puser sendiri, rekan-rekan kerja bekerja semaunya tanpa memperdulikan target kinerja, OB di kantor malas dimintain tolong beliin makanan saat jam istirahat siang, maka sudah saatnya anda menentukan sikap untuk bertahan atau keluar dan mencari pekerjaan lain." Kalo yang nanya karyawan biasa mending, kalo yang nanya itu hanya lulusan SMA yang berkesempatan berkarier di perusahaan minyak internasional yang kerjanya sesuai hobi, misalkan menggambar rangka pipa-pipa kilang minyak dan digaji 35 juta per-bulan dan fasilitas rumah dan mobil pribadi plus bonus akhir tahun sampai 200 juta trus tiba-tiba keluar dan harus susah payah lagi nyari kerjaan di dalam negeri yang selalu mensyaratkan minimal lulusan S1 untuk dapat bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji awal 1,8 juta trus itu si motivator mau kasih honornya manggung buat gantiin beda gaji yang diperoleh sama itu orang apa?
Damn...kok ya gitu-gitu amat hidup harus dengerin orang yang kenal juga ngga, temen bokap nyokap juga bukan, kasih makan juga ngga pernah eh ngasih pendapat ke orang lain.

Kalo menurut gue ketika gue mau berjalan ke depan rumah itu karena memang gue yang ingin berjalan ke depan rumah bukan karena ada dorongan dari yang lain. Kalo memang harus ke luar rumah karena mau berangkat ke kantor gimana? Maka kita cari target yang lebih jauh lagi misalkan, gue ke kantor oleh karena itu harus keluar rumah terlebih dahulu dan gue akan mendapat sesuatu yang lebih. Pemandangan mba-mba yang cantik lagi di halte busway misalkan atau apalah yang lain yang penting memang itu karena keluar dari diri kita sendiri.

Gimana dengan pendapat, Omongan orang tua harus dipatuhi! Oke gue setuju sangat, karena kalo ngga bisa kualat jadi orang susah lo nantinya. Tapi lo harus denger kisah temennya sepupu gue. Namanya gue lupa yang pasti ini orang ngga lulus SMA, dulu kerjaannya tawuran, nyuri duit orang tua buat mabok, nyolong kunci mobil bokapnya buat ke tempat dugem dan sebagainya. Lo pikir bagaimana nasib ini orang saat ini? Tetap blangsak kah? Tidak kawan-kawan, orang ini sekarang jadi pengusaha sukses dengan harta milyaran. Alah itumah karena ada warisan dari orang tua kali? Ngga gitu juga, orang tua dia boleh tajir tapi bokapnya ngga akan kasih duit kalo anaknya berantakan kaya gitu.

Kalian mau tau jawabannya? Jawabannya sederhana, ini orang dari kecil patuh banget sama Ibu-nya. Udah itu aja jawabannya titik. Ngga perlu ditanyain lagi ko bisa dan macem-macem, tapi kodrat yang satu ini sifatnya wajib dipercaya. Lo patuh dan nurut sama Ibu lo maka jaminan hidup lo akan bahagia. Jadi hanya satu hal inilah yang membuat lo harus berfikir dua kali kalo Ibu lo menyuruh ke kanan tapi lo maunya ke kiri. Kita memang punya hati yang jadi patokan dalam bertindak, tapi ridhonya ortu itu ridhonya Allah SWT juga. Selebihnya itu, lo bisa jalanin hidup lo sesuka puser lo sendiri.

Lo boleh godain anak tetangga yang tiap pagi jogging keliling kampung, lo boleh nonton bola ngga pake karcis tapi bayar sama petugas yang jaga pintu masuk, lo boleh sehari masuk kerja sehari bolos, lo boleh coret-coret tembok sekolah atau kampus atau kantor lo sekarang, asal hati lo udah punya jawaban atas apa yang lo lakuin saat itu.

Jadi pesen gue, hidup lo harus penuh dengan tindakan yang menyenangkan dan memang karena itu yang lo mau. Tapi inget, patuh sama perintah ortu terutama Ibu lo adalah suatu keharusan, menentang berarti sekedar mempertanyakan maksud dan tujuan diberikannya perintah, dan bukan sebagai keputusan dalam bertindak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar