Kamis, 20 Desember 2012

Life and Being So Alive

Life and Being So Alive


And here we are...
When we think life is so easy that would be as easier as you riding a bicycle...just looking forward and never being afraid of falling from the bike and get hurts. I always thinking that everything can be so wrong so we can't handle it by ourself but at the same time actually we can do the most dangerous thing in our life just because we don't want to be in that scary situation.

People getting old but it's not always followed by getting more wise...me for example, in one condition that i feel it's not fix to me i can say anything about the situation without afraid of hurting somebody else. But in the same time i also can hiding what i'm feeling but when the bad thing happened to me, no body care about it and they can just say "it's not my bussiness, come on grow up dude, etc" and when we realised about that, it just late people.

I've been waiting for about 2 years for this moment and when it comes to me should i just relax, acting that nothings happened?oh bullshit guys...i can screaming aloud and showing to many people that i'm happy weather i really not sure it will be a better situations then before but i don't care i just feeling happy now why you want to take this feeling from me?
Actually it's not my fault but when i just shut my mouth up and waiting for my destiny it will be more difficult to face it and i can pass it and find another you know...

We have to change our paradigm first or maybe we can make the same framework about being a citizen and work for this country, we work for bigger thing rather than what standing in front of us and we're not kind of commodity that can be switched so easily, wake up people...We're not kid anymore we have our BIG DREAMS, our PASSIONS, our BIG ENERGY and nothing can obstruck our aspirations even though the Great Wall of China!

We have language, we can communicate, we can share anything so someday we can find the best sollutions for this country. So when we never do such kind of conversations please don't ruin my future. I can work as a individual but i prefer work as a team because we can build such a big thing in this country. For our Son...for our next generations.

Please...

 

Senin, 22 Oktober 2012

GERILYA

Gerilya




Sampah ya tahun ini bener-bener miskin pemikiran. Blog cuma keisi 4 tulisan sisanya cuma jadi draft yang ngga jadi dishare karena ragu buat sekedar share padahal otak juga otak gue, jari juga jari gue yang ngetik sendiri kenapa takut dikomenin orang ya?
Ngomong-ngomong tentang gerilya nih ya, kata-kata ini pasti zaman kita sekolah SD dulu di tahun 90an waktu masih ada pelajaran PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) sering banget kita denger. Iconic banget Perang Gerilya dengan Jenderal Sudirman, tapi sebenernya ngga cuma Jenderal Sudirman aja yang menjalankan perang gerilya. Pejuang-pejuang kita di daerah-daerah juga melakukan perang gerilya karena mereka saat itu sangat minim dengan persenjataan tapi sangat menguasai medan pertempuran. Terus saingan dari Startegi perang gerilya apa?
Jawabannya udah jelas kalo ngga Benteng Stelsel ya strategi adu domba. Ini yang dipake sama orang Kompeni zaman dulu yang awal-awalnya berhasil tapi akhirnya gagal total. Atau ada juga yang lebih licik yaitu strategi ditipu seperti yang dialamin oleh beberapa pahlawan kita dulu. Maksudnya strategi ditipu itu awalnya diajak rapat sama kompeni trus diruang rapat tiba-tiba ditangkep atau malah ada yang langsung ditembak mati.
Strategi-strategi macam zaman susah dulu itu ternyata saat ini masih juga digunakan. Tujuannya intinya sama-sama ingin mencapai sebuah VICTORY, tapi VICTORY itu sendiri kan modelnya macem-macem ya?Ada yang mendapatkan kejayaan karena memang diperjuangkan dengan sepenuh hati, pantang menyerah, mau mengenal kekurangan diri sendiri dan memperbaikinya dan lain-lain. Sedangkan kejayaan dalam hal negatif justru sebaliknya, maunya singkat dan cepat, sepenuh hatinya dengan bermacam cara, gampang nyerah akhirnya cari jalan pintas macam membayar tilang di tengah jalan tanpa ikut pengadilan dan lain-lain.
Sekarang kita bahas yang Gerilya aja ya?Di dalam dunia kerja, ngga selamanya kita akan selalu berada di dalam Comfort Zone atau Zona yang nyaman. Maksud Zona nyaman ini bukan dalam artian sempit yaitu pada saat seseorang sudah menduduki jabatan tertentu maka dia enggan untuk beralih bahkan terkadang menjadi sangat parno alias paranoid kalo-kalo aja ada orang lain yang akan mengambil jabatannya. Comfort Zone disini bisa juga diartikan pada saat kita udah enjoy sama kerjaan kita tiba-tiba aja ada yang ngusik kenyamanan itu padahal kerjaan udah dibagi masing-masing. Selain itu ada juga orang yang senengnya ngusik privasi orang lain padahal kerjaannya sendiri belom selesai dan kalo udah selesai belum tentu juga bener.
Masalahnya apa kaitannya dengan gerilya itu tadi?emangnya kita mau perang sama siapa?apa yang diperjuangkan dan apa tujuannya?
Sekali lagi kita ngomong dunia kerja yang walaupun terlihat kompak bekerjasama tapi ambisi-ambisi terselubung siapa yang tahu?Persiapan lahir bathin sudah harus dimiliki sejak awal kita memasuki dunia kerja. Di dunia bisnispun seperti itu tapi karena bisnis bersifat perorangan atau antara orang-orang yang sebelumnya sudah terikat mungkin ngga akan terlalu berpengaruh. Jadi konsep gerilya dalam dunia kerja adalah pada awalnya menjadikan sebuah tujuan dari sebuah proyek sebagai musuh kita bersama yang harus kita taklukan. Sama seperti perang gerilya pasti ada yang memimpin, ada yang dijadikan umpan untuk menarik perhatian musuh, ada yang sengaja dikirim untuk bernegoisasi jika dimungkinkan, tapi yang jelas perang gerilya itu harus punya tujuan. Tujuannya adalah ya itu tadi, mencapai VICTORY dengan kemuliaan. Jangan pula gerilya dijadikan alat abadi atau seumur hidup terus bergerilya bisa-bisa ada satu titik jenuh yang membuat semua menjadi gagal total. Contoh kejenuhan gerilya itu yang paling fatal terjadi pada saat Che Guevara terus menerus melakukan perang gerilya untuk menyebarkan paham yang dia anut hampir ke seluruh wilayah Amerika Latin. Memang kemenangan demi kemenangan sudah diraih namun strategi yang digunakan karena terus menerus menggunakan tak-tik perang perang dan perang padahal ketika memenangkan sebuah peperangan kita perlu melihat terbukanya strategi lain sehingga rasa jenuh itu tidak terjadi.
Gerilyawan atau orang-orang yang melakukan gerilya itu memang pada awalnya berkelompok dengan dikomandoi oleh satu orang komandan, tapi para gerilyawan juga harus siap jika pada satu titik waktu harus berjuang sendiri karena tugas yang diberikan memang harus dilakukan sendiri. Atau dalam kondisi ekstrim dapat kita katakan bahwa seorang gerilyawan harus siap berjuang sendiri karena para gerilyawan lain terkonfirmasi dalam keadaan "mati".
Untuk kondisi kedua tadi, pilihannya ada 3 sodara:
1. Gerilyawan sejati akan terus berjuang hingga terdesak dalam kondisi dan akhirnya juga tertembak mati. Jenis gerilyawan seperti ini tidak ada yang memberi penghargaan karena memang tidak terbersit sedikitpun di otaknya untuk mendapatkan embel-embel penghargaan atau pengakuan sebagai pahlawan. Contoh dari gerilyawan ini sendiri adalah Che Guevara tadi. Che sendiri akhirnya tertangkap oleh pasukan tentara Bolivia sebelum akhirnya tewas di tangan Mario Teran seorang algojo yang sebelum mengeksekusi menanyakan terlebih dahulu kenapa seorang Che mau hidup menderita untuk sebuah prinsip yang dia sendiri tahu akan seperti apa nasibnya kelak. Dalam film yang pernah gue lihat, Sang algojo sempat tercengang mendengar jawaban dari seorang Che dari pertanyaan yang dia ajukan sendiri. Tapi Che dengan tegas mengatakan bahwa Sang Algojo harus melaksanakan tugasnya yaitu si Che sendiri dan dia akan mendapatkan kebanggaan karena telah mengeksekusi seorang pria sejati. Che mati dengan sembilan tembakan yang dilepaskan oleh Mario Teran. Ibarat para pecinta alam, Che adalah seorang "pembabat alas" yang hidupnya hanya melihat alang-alang yang merintang tetapi dia yakin ketika dia terus membabat alas tadi maka suatu saat orang-orang yang berjalan di belakangnya akan menyaksikan sebuah "cahaya terang" di waktu yang dia sendiri belum dapat menentukan namun diyakini akan terjadi.
2. Gerilyawan ini mendapatkan sebuah VICTORY atau kejayaan setelah menjalani perang gerilya yang dia lakukan sendiri. Tipe seperti ini hanya dimiliki oleh seorang pejuang dengan tingkat intelejensi tinggi dan keberanian di atas rata-rata. Kombinasi dahsyat tersebut dimiliki oleh seorang Fidel Castro yang tidak lain adalah kawan lama dari gerilyawan Che Guevara. Fidel adalah ahli strategi perang yang ciamik dengan peralatan yang sederhana. Saat bergerilya bersama Che, Fidel tidak hanya menjadi pemimpin dari sebuah sejarah perang gerilya paling sukses di dunia tapi juga dia sendiri yang mengatur strategi perang yang akan dilakukan pada saat itu. Pola pemikiran antara Che dengan Fidel memang kadang mengalami pertentangan tapi keduanya akan selalu menjadi sahabat. Che orang yang berpendapat bahwa strategi akan segera ditemukan pada saat kita sudah turun ke lapangan sedangankan Fidel berpendapat bahwa sebelum berangkat berperang kita sudah memaksimalkan amunisi yang tersedia walaupun bersifat sangat terbatas. Orang seperti Fidel akhirnya memimpin Cuba sepanjang sisa hidupnya. Prinsipnya untuk melawan kapitalisme dan imperialisme tetap dipegang teguh bahkan dia mampu menyebarkan virus-virus kejeniusan dan keberaniannya kepada beberapa pemimpin negara di dunia. Fidel dianugerahi dua hal tadi dengan prinsip anti kapitalisme sebagai pagar yang tidak boleh dia langgar. Dua keberhasilan Fidel tidak hanya memenangkan pertempuran gerilya tapi juga dia mampu melakukan kaderisasi kepada calon-calon pemimpin dunia lainnya. Kaderisasi Fidel biasanya diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata seperti menolak segala kebijakan atau sekedar diskusi-diskusi dari para agen-agen kapitalisme global atau bertemu dengan pemimpin lain kemudian sedikit demi sedikit menularkan virusnya. Fidel Castro gue anggap sebagai seorang developer sebuah paradigma hidup yang fundamentalis. Dia berjuang sendiri dengan cara yang jantan untuk mendapatkan sebuah tatanan kehidupan seperti yang dia harapkan dengan tanpa mengharap bantuan atau bahkan menjilat pihak lain untuk mencapai tujuan tersebut. Kalo tidak salah seorang Fidel Castro memiliki latar belakang pendidikan di bidang kedokteran.
3. Gerilyawan jenis ketiga adalah gerilyawan jenis kacangan dan akan mati dalam kesendirian.Kita akan sangat mudah menemukan jenis gerilywan seperti ini di zaman modern sekarang ini. Tipe ketiga ini tidak dapat disalahkan karena salah satu keunggulannya adalah dia akan menggunakan segala cara dan segenap daya yang dia punya untuk sebuah cita-cita yang hanya memiliki implikasi bagi dirinya sendiri. Bedanya dengan jenis gerilyawan jenis ke.2 adalah untuk gerilyawan jenis ke.3 biasanya berprinsip bahwa dia harus menjadi pimpinan terlebih dahulu baru dia berpikir akan mampu berbuat sesuatu padahal sebaliknya. Dia tidak melihat proses menjadi seorang pimpinan secara utuh atau bahkan dengan "kaca mata kuda" yang dia gunakan maka yang terpampang di hadapannya hanya sebuah tujuan yang akhirnya bersifat semu. Apa maksudnya tujuan yang bersifat semu?Yaitu pada saat tujuan sudah diperoleh kemudian orang-orang seperti ini akan mengalami kebingungan bagaimana cara melangkah ke depan bersama orang-orang yang berada di belakangnya. Tipe gerilyawan instan ini akan mati dimakan zaman atau bahkan mati dimakan oleh orang-orang yang berjalan di belakangnya karena mereka justru berpikir bahwa gerilywana instan yang sudah menjadi pimpinan ini hanya menjadi penghambat bagi berjalannya sebuah perkumpulan dengan sebuah tujuan yang tidak mampu digambarkan secara utuh kepada orang-orang yang dia pimpin. Untuk gerilyawan tipe terakhir ini tidak perlu saya berikan contoh tapi yang jelas mereka hanya punya-punya setinggi langit-langit rumah. Mereka terhalang oleh genting-genting yang tersusun rapi dan merasa cukup puas hanya sampai di situ. Padahal untuk gerilyawan lain justru akan memecahkan susunan genting-genting tadi karena mereka yakin ada yang jauh lebih tinggi dan lebih indah daripada tingginya langi-langit rumah.

So...jadi...ketika kamu bernasib menjadi seorang pekerja kantoran atau yang kerennya disebut sebagai karyawan, mumpung masih muda ada baiknya kamu mulai memikirkan hal-hal sepele di atas. Untuk para pimpinan yang saat ini sukses menjadi Gerilyawan Instan dan menikmati kondisi tersebut ya silahkan saja. Atau kalo dirasa menyesal dan ingin berubah pada dasarnya masih ada waktu. Minimal seperti dalam Filim Kicking and Screaming maka para Gerilyawan Instant ini harus berani mengatakan dengan tegas "HEY, KALIAN SUDAH LIHAT APA YANG SUDAH SAYA KATAKAN SELAMA INI...OLEH KARENA ITU MULAI SEKARANG SAYA MEMERINTAHKAN KALIAN HARUS MELAKUKAN SEMUA HAL YANG BERLAWANAN DENGAN APA YANG SUDAH SAYA KATAKANN SEBELUMNYA! MARI BERSENANG-SENANG!"



Cititel Hotel Room 632, Pekanbaru 23102012 Pkl.10.25

Minggu, 09 September 2012

"Devotion" dalam pandangan sempit



The price of a devotion 


Devotion, atau dalam bahasa Indonesia berarti "Pengabdian". Kalo ditanya, siapa yang berhak mengeluarkan keputusan bahwa seseorang telah mengabdi atau belum itu jawabannya apa? Kalo pakai parameter, maka seseorang dikatakan telah mengabdi itu karena telah melakukan apa..apa..dan apa?

Penting nih...ada yang bilang sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil, pengabdian itu berarti
1. Sudah lama bekerja (bekerja apa berstatus ya?) sebagai PNS.
2. Jangan pernah sekali-kali mengukur kinerja dengan pendapatan yang diterima.
3. Disiplin menaati segala peraturan yang tertulis dan tidak tertulis (rada absurd)
4.dll (isi sendiri)

Kalo sudah tahu jawaban dari 2 pertanyaan di atas mungkin bisa di share ke saya biar saya tahu bagaimana caranya mengabdi untuk negara ini.

Saya merasa sangat khawatir dan sangat takut untuk men-judge seseorang telah mengabdi atau belum cukup mengabdi atau bahkan belum mengabdi meskipun suatu saat saya anggap sudah cukup memenuhi beberapa kriteria di atas.

Saya juga sebenernya menertawakan dalam hati kalo seseorang mencontohkan dirinya sebagai figur yang dianggap telah mengabdi atau berdedikasi terhadap negara ini.

Bahkan Soekarno atau Hatta atau Jenderal Soedirman sekalipun tidak akan meng-klaim dirinya telah mengabdi secara utuh terhadap negara ini.
Bahkan Muhammad SAW masih terus bertanya apakah dirinya telah cukup mengabdi kepada Allah SWT.

Bicara tentang pengabdian, ibarat bicara tentang kita menebar tinta atau mencoba menetralkan rasa air laut dengan berbagai macam teknologi filterisasi.

Pengabdian itu, bicara tentang rasa.

Rabu, 01 Agustus 2012

Dibalik N.A.N.A.R *9



Aku kecil beriring berpadu
Tak mampu melangkah belajar bertitah
Layaknya laut...luas, dalam dan membiru
Tak ada hasrat bergerak dan berkata latah
Aku kecil beriring berpadu
Melawan takdir besar dan kokoh
Angkuh dan acuh
Aku kecil, esok ku tetap kecil

Diorama 9 : ENERGI

Menjadi pecundang saat ini tak berarti tetap pecundang untuk masa yang akan datang. Atau lebih sederhana lagi, menjadi pecundang di sini, bisa jadi menjadi panutan di tempat lain. Begitulah hidup seharusnya terpikir, tidak sempit namun luas dan beraneka warna. Begitu seharusnya orang tua mengajak putra-putri kecilnya menjalani kehidupan kemudian tumbuh menjadi dewasa.

Rohman terlahir di sebuah kampung kecil yang merupakan bagian dari besarnya ibu kota di waktu itu. Jalanan kampung masih becek karena belum teraspal dan di sana-sini masih terlihat tumpukan tanah lempung yang biasa dijadikan anak-anak pada saat itu untuk bermain karena masih banyak tanah yang lapang di pertengahan tahun 90an.

Bermain kelereng, gobak sodor, batu tujuh dan juga...perang lempung adalah mainan favorit anak-anak kecil di kala itu. Ramai, riuh, friksi-friksi kecil antar bocah yang terjadi akibat kecurangan saat bermain dan celotehan-celotehan konyol berupa jurus-jurus maut yang diucapkan oleh seorang bocah dan membuat bocah-bocah lainnya tersugesti dan meyakini bahwa "jurus-jurus maut" tersebut mampu membuat seseorang menjadi lebih mahir bermain ketimbang bocah lainnya, adalah slide sejarah yang tak lekang di makan zaman.

Mungkin di kampung lainnya bocah-bocah kecil juga memiliki lukisan sejarah masa lalu yang tetap tersimpan di dalam memori kecil dan tidak sedikit dari mereka mampu mencicipi megahnya kehidupan di ibu kota karena kegigihan mereka meraih cita-cita tersebut.

"Hei Rohman, apa yang kau cari di dunia ini?" Seorang bapak-bapak berkulit keriput dan rambut yang sudah memutih dengan hanya mengenakan kaos kutang dan celana pendek yang notabenenya adalah tetangga samping rumah Rohman tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang gampang-gampang susah saat Rohman mampir ke warung di depan rumah membeli cokelat beng-beng cemilan kesukaannya.

"Iya, Pak Petrus?" Rohman berjalan mendekati bapak tua tadi.
"Aku melihatmu berangkat kerja agak siangan dan aku...tidak pernah melihatmu pulang di malam hari hingga esok hari aku melihatmu kembali berangkat kerja agak siangan." Pak Petrus mengambil nafas sesaat karena mengeluarkan kalimat yang agak panjang.
"Saya hanya menjalankan apa yang menjadi kewajiban saya Pak. Saya pulang dari bekerja juga karena saya anggap kewajiban saya di hari itu sudah selesai." Jawab Rohman sambil duduk di bangku semen di samping Pak Petrus.
"Ayo ikut aku !" Pak Petrus mengajak Rohman ke arah rumahnya yang selama ini menjadi misteri bagi tetangga-tetangga.

Petrus Edward, lingkungan mengenalnya sebagai seorang dosen di sebuah universitas swasta di Jakarta, mengajar mata kuliah Sastra Rusia dan pernah menikah sekali dan istrinya sudah meninggal 20 tahun lalu. Sepeninggal istrinya, Pak Petrus sama sekali tidak memiliki sanak saudara karena kebetulan selama pernikahannya, dia tidak pernah memiliki putra.

"Silahkan masuk Rohman, duduk di sofa sana anggap rumah sendiri dan berlakulah senyaman mungkin!" Pak Petrus mempersilakan Rohman duduk di atas sofa yang sangat nyaman, berlapis bludru berwarna biru gelap dan terlihat seekor kucing persia dengan bulu lebatnya tertidur di atas sofa tadi.

"Wow, Bapak pelihara kucing rupanya? Seumur-umur saya menjadi tetangga Bapak saya pikir Bapak benar-benar hidup sendiri?" Rohman akan selalu tertarik dengan yang namanya kucing. Di rumahnya selalu ada saja kucing yang tiba-tiba bermain entah dari mana. Terakhir kucing peliharaannya mati dan bangkainya ditemukan teronggok di selokan depan rumah Pak RT. Rohman tak mampu melihat karena tidak tega melihat kucing kesayangannya mati dengan sangat mengenaskan. Ada yang menyiksa kucing Rohman yang bernama Gandrung dan telah dipeliharanya 4 tahun terakhir. Setelah Gandrung pergi, hanya berselang 2 hari ada kucing yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah Rohman dan kucing itu tiba-tiba pula bersikap manja terhadap Rohman. Kemudian Rohman memberinya nama Bejo...tidak perlu ditanya darimana inspirasi nama tersebut diperolehnya.

"Itu Luce, sahabat sejati saya yang mungkin akan menemani sisa hidup saya." Pak Petrus memperkenalkan kucingnya yang bernama Luce kepada Rohman.
"Apa dia jinak?" Rohman menyelidik.
"Aku pikir kamu tidak perlu menanyakan hal tersebut. Aku tau seumur hidupmu selalu ada kucing yang kamu pelihara. Bukan begitu Man?" Pak Petrus membawakan sekotak camilan berisi coklat bertabur choco chip dan secangkir coklat panas.
"Wah Pak Petrus tau rupanya?hahaha...Saya memang pecinta kucing dan Bapak tau?Pernah saya tidak keluar kamar selama satu minggu karena kucing kesayangan saya mati diracun orang dan bangkainya ditemukan di atas loteng rumah saya." Rohman langsung mengelus-elus Luce yang sangat menggemaskan.
"Ponirin!" Pak Petus bergumam pelan.
"Ya betul...Ponirin. Pak Petrus tau juga rupanya?"
"Ponirin itu kucing pintar, setipa pagi dia ke rumahku untuk sekedar membuat gaduh. Mungkin maksudnya ingin membangunkan kami." Pak Petrus tersenyum. "Hal yang tidak mungkin aku lupakan dari Ponirin adalah, dia selalu menemani istriku di rumah ketika aku sedang dinas."

27 Tahun Rohman bertetangga dengan Pak Petrus tapi dia tidak mengetahui sama sekali hal tersebut. Hal itu membuat Rohman bertanya-tanya, apa yang sebenarnya ingin Pak Petrus sampaikan di sore itu.
 
"Rohman, bagaimana kabar pekerjaanmu?Baik-baik sajakah?" Pak Petrus kembali mengeluarkan sebuah pertanyaan yang menurut Rohman itu bukan urusannya.
"Maaf Pak, menurut saya ini aneh karena kita belum pernah terlibat percakapan seperti ini sebelumnya?" Rohman menyela pertanyaan Pak Petrus.
"Rohman, aku tau apa yang menjadi pekerjaanmu sekarang. Masa aku kerja dulu juga sepertimu. Kamu tau apa yang akan dilakukan oleh negara ini tapi kamu coba menutupinya kepada semua orang yang bertanya kepadamu. Bahkan kita harus selalu bersandiwara dengan keluarga di rumah karena mereka tidak akan pernah mengetahui dan tidak akan pernah percaya bahkan ketika kita berbicara tentang sesuatu hal yang serius, buka begitu?" Pak Petrus bertanya serius.

"Apa yang dapat saya peroleh dari percakapan semacam ini?" Rohman apatis.
"Begini Rohman, tidak ada yang akan mengatakan kondisi saat ini adalah kondisi yang terbaik dan diharapkan oleh kita semua."
"Kita semua?" Rohman bingung.
"Iya kita semua, kondisi yang membuat kita tidak mampu untuk sekedar bermimpi apa yang akan kita lakukan untuk penerus kita ke depan." Pak Petrus merangkul Luce, kucing kesayangannya dan meletakannya di atas pangkuan.
"Oke Pak, saya coba memahami apa yang akan kita diskusikan." Rohman mulai serius. "Mengapa jadi begini?Salahkah sistem yang selama ini kita bangun?" pertanyaan pertama keluar dari mulut Rohman.

Pak Petrus meninggalkan Rohman, mengambil sebuah bingkai foto di laci lemari jati di pojok ruangan kemudian meminta Rohman untuk melihatnya.

"Siapa ini Pak Petrus?" Rohman bertanya sambil melap bingkai foto dengan bahu tangan.
"Itu saya sekitar tahun 70an awal, saat itulah karier saya dimulai."
"Karier? Saya pikir selama ini Bapak seorang dosen lalu mengapa di foto ini Bapak mengenakan seragam layaknya bodyguard?"
"Saya bukan dosen dan tidak pernah sekalipun mengajar...kalau sekedar presentasi di depan para prajurit mungkin sering saya lakukan."
"Lalu siapa Bapak sebenarnya? Apa Bapak seperti yang selama ini saya pikirkan?"
"Apa yang kamu pikirkan selama ini?" Pak Petrus mendengarkan serius.
"Saya selalu berpikir Bapak ini seorang In.."
"Salah!Jangan pernah sekalipun kamu berpikir bahwa saya apa yang seperti kamu pikirkan." Raut wajah Pak Petrus berubah serius.

"Saya hanya pengabdi...saya abdikan seumur hidup saya untuk bangsa ini." Pak Petrus memandang jauh ke langit-langit ruangan.
"Saya pikir Bapak mengabdi untuk pemimpin saat itu, heh..." Rohman senyum menyelidik.
"Cerdas pula rupanya kau Rohman, tapi tidak secerdas saya dulu."
"Itu menurut Bapak, minimal saya sudah mampu melepaskan diri saya dari lingkungan setan ini. Anak putus sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, tawuran warga, penyalahgunaan NARKOBA dan segala macam kebusukan yang ada di lingkungan ini berhasil saya hindari.
"Oke, saya sudah melihat potensi itu sejak kecil."
"Bapak sok tahu! Waktu saya kecil Bapak sama sekali tidak pernah terlihat oleh kita para tetangga di sini bagaimana Bapak mampu memprediksi akan seperti apa saya sekarang?"
"Kamu mungkin tidak melihat saya, tapi saya?Saya ingat saat Bulan Puasa pagi hari kamu bermain bola akan tetapi kamu tetap puasa hingga maghrib tiba. Saya ingat sewaktu kamu SD hingga SMP tiap pagi kamu sudah dijemput oleh mobil jemputan sekitar Pkl.05.00 karena kamu dijemput pertama kali sebelum murid yang lain. Saya lihat kamu lebih memilih motor Vespa disaat murid SMA lain memilih motor bebek atau motor "lelaki" untuk menarik lawan jenis, dan saya masih melihat hal lain yang tidak saya lihat di anak remaja lain seumuranmu."
 "Oke...jadi selama ini Bapak memata-matai saya?Saya jadi merasa risih sendiri, apa yang Bapak harapkan?Bapak menyukai saya?" mata menyelidik.
"Jaga ucapanmu!" Pak Petrus naik darah.
"Lalu?"
"Saya mencoba mencaritahu apa yang dapat saya pelajari dari kamu." Pak Petrus berdiri mengambil album foto yang diselimuti debu di atas rak TV dan memberikannya kepada Rohman.
"Apa yang dapat Bapak pelajari dari saya?Semakin tidak paham saya dengan percakapan ini?" Rohman membuka-buka halaman demi halaman album foto tua yang diberikan Pak Petrus.
"Saya ingin mempelajari ketidakkonsistenan kamu dalam menjalani hidup." Pak Petrus menjawab singkat.
"Ketidak..."
"Iya...apa menurutmu hidupmu sudah cukup teratur?Justru ketidakkonsistenan mu membuat kamu bertahan bahkan saya anggap kamu memiliki potensi besar suatu saat."

"Pak Petrus ini siapa?Jangan bilang ini Jenderal..." Tanya Rohman sambil menunjuk salah satu foto kusam di dalam album.
"Iya. Tapi dulu belum jadi Jenderal. Dulu berjuang bersama saya...hingga saya merasakan adanya perbedaan visi dalam menjalani perjuangan itu sendiri." pandangan kosong ke depan.
"Perbedaan visi itu.."
"Baru ditemukan setelah 10tahun bertugas bersama." jawab Pak Petrus singkat.
"Bagaimana kalo perbedaan visi ditemukan di awal-awal  perjumpaan?"
"Aha...sudah mulai terhubung kita rupanya?" mendadak mimik wajah Pak Petrus menjadi semangat.
"Sudah, jangan terlalu banyak menyamakan kondisi kita terlebih dahulu Pak!Tolong dijawab pertanyaan saya tadi?" dahi mengernyit.
"Saya hanya bisa menjawab, beri waktu sepenggalan nafas untuk menjawab tegas."
"Oke..." Rohman membalas singkat.

Masih dalam suasana yang tidak tergambar jelas maknanya, keduanya saling diam. Rohman masih melihat-lihat sekeliling ruangan yang diliputi dengan berbagai misteri. sementara Pak Petrus sibuk mengelus-elus Luce yang terlihat tenang berada di pangkuan Pak Petrus.

Selang 5 menit tanpa suara, Pak Petrus menatap tajam ke Rohman seraya berkata perlahan dengan suaranya yang mendadak parau.

"Rohman dengarkan saya!" Tangan Pak Petrus menarik bahu Rohman untuk meminta perhatian. "Bagaimana alam ini dalam waktu dekat kamu gambarkan?"
"Maksud..."
"Jawab saja!" Pak Petrus mengencangkan remasan di bahu Rohman.
"Alam ini...berkabut mungkin?" bahu Rohman mengangkat tanda tidak begitu yakin.

"Dengarkan saya...kamu..bertahan saja dulu. Alam menunggu momentum, Rohman!" perlahan melemahkan remasannya. "Kita tetap jernih menatap waktu dan bersabar!"


"Siap Jenderal!"




Minggu, 15 Juli 2012

Para Penyapa Pagi




Para Penyapa Pagi


Jika kamu tinggal di Kota Jakarta dengan segala kehingar bingarannya. Atau sekedar tinggal di salah satu perkampungan di Kota Megapolitan itu sendiri. Coba sesekali bangun di pagi buta dan perhatikan. Sayup-sayup terdengar suara satu...dua...kemudian saling berpadu beriringan menyambut pagi. 

Ashshala...
Ashshalatu khoirun minannaum...

 Kata-kata itu sendiri berarti "Shalat itu lebih baik daripada tidur." Sederhana namun lugas, sederhana namun mengena di dalam hati.

Beberapa pekan terakhir entah mengapa saya bangun selalu terlambat sekitar Pkl. 06.00 atau bahkan lebih. Saya pikir tidak ada yang salah dengan jam tidur saya yaitu Pkl. 23.00. Terus terang terlambatnya saya bangun di pagi hari membuat saya gelisah karena ketika kamu membuka jendela kamar dan melihat matahari sudah mulai meninggi maka perasaannya akan berbeda ketika bangun di pagi hari suasana di luar masih agak gelap atau matahari baru saja akan muncul.


Dulu ketika saya masih aktif di organisasi mahasiswa, saya sering kali diminta untuk menjadi pembicara (motivator) di depan adik-adik tingkat. Saran yang tidak pernah lupa saya sampaikan adalah Jam berapapun kalian terbangun di pagi hari, maka jangan sekali-kali kalian meninggalkan Sholat Subuh. Satu alasan pasti yang saya sampaikan pada saat itu adalah, ingin menjadikan Sholat Subuh sebagai rasa bersyukur kita kepada Sang Maha Pencipta karena sudah diberi kesempatan untuk bangun kembali di pagi hari dan kembali berjuang, berupaya mencari Ridha Allah SWT yang tersebar di seluruh alam ciptaan-NYA ini.


Hal ini tidak sembarangan saya cermati. Sewaktu saya kuliah di Kota Malang, kebetulan kota itu hampir setiap paginya diselimuti cuaca yang dingin dan di bulan-bulan tertentu cuacanya sangat dingin saya rasakan (pernah di suatu siang sekitar Pkl.13.00 saya melihat di thermometer yang tertempel di kamar kos, suhu saat itu menunjukkan angka 22 derajat celcius). Sejalan dengan cuaca dingin yang selalu meliputi Kota Malang, sejak SMP saya juga menderita alergi cuaca dingin dan debu sehingga menyebabkan saya terkena sinusitis yang sangat menyiksa. 


Namun dibalik penyakit yang saya derita itu ada hikmah yang saya peroleh. Saya tidak pernah bangun terlambat di pagi hari karena ketika teman sekamar kos saya bangun dan membuka pintu kemudian suhu dingin seketika masuk ke kamar saya, maka secara otomatis alergi saya akan kumat dan dalam sekejap hidung saya akan meler dan bersin terus menerus.


Setelah dua tahun saya menjalani masa kuliah dengan pagi hari selalu disertai dengan bersin-bersin itu, hal aneh baru saya sadari yaitu...bersin-bersin saya otomatis akan hilang setelah berwudlu kemudian menjalankan ibadah Sholat Subuh. Ini serius...biasanya setelah berwudlu saya masih bersin-bersin bahkan tambah sering, namun setelah memulai Sholat Subuh seakan tubuh ini mencoba untuk menyesuaikan diri dengan suhu di sekitar sehingga menimbulkan panas yang kemudian saya tidak bersin-bersin lagi. 


Sebelum saya membuktikan hal lain terkait penyakit sinusitis saya ini saya coba akan ceritakan satu hal terkait kebiasaan buruk saya selama berkuliah di Kota Malang. Mungkin bukan hanya saya (silahkan dicek...) setiap saya mendapat jadwal kuliah pagi atau tepatnya Pkl.07.00 maka saya tidak pernah mandi pagi karena selain kondisi tubuh yang tidak berbau karena badan yang kering, kondisi air di Kota Malang setiap paginya akan terasa sangat dingiiin sekali. Namun kebiasaan saya itu ternyata berdampak kurang baik terhadap tubuh karena selama saya menjalankan kebiasaan buruk itu pula penyakit sinusitis dan batuk saya tidak kunjung sembuh.


Di bulan-bulan akhir masa kuliah, saya memutuskan untuk tinggal di rumah Pakde saya yang masih berada di Kota Malang namun memerlukan waktu yang lebih lama untuk sampai ke kampus yaitu sekitar 45 menit. Oleh karena itu saya terpaksa mempercepat waktu tidur saya di malam hari sehingga paginya dapat terbangun lebih pagi yaitu sekitar Pkl.05.00 dan itupun sudah cukup telat karena matahari sudah muncul sekitar Pkl.04.30. Selain mempercepat waktu bangun tidur, saya juga harus menjadi contoh bagi sepupu-sepupu saya yang masih duduk di bangku SD yaitu dengan mandi pagi, WALAH...


Awal-awal kepindahan saya ke rumah Pakde ini terasa sangat menyiksa karena saya khawatir penyakit sinusitis saya akan bertambah parah. Tapi pandangan itu berubah 180 derajat karena sebuah kejadian langka di pagi hari. Langka karena sudah lama saya tidak melihat seorang bangun Pkl.02.30 kemudian melaksanakan Sholat Tahajud dan lanjut dengan tadarus hingga waktu Subuh datang. Setelah melakukan Sholat Subuh di masjid atau tepatnya masih Pkl.04.20 orang tersebut langsung mandi pagi berjalan-jalan di sekitar komplek. Orang itu adalah Pakde saya sendiri yang saat itu sudah berusia 65 tahun.


Hari-hari selanjutnya tidak jauh berbeda, Pakde tetap melakukan rutinitas yang sama dan anehnya Pakde masih terlihat sangat bugar bahkan ketika harus mengantar putranya dari istrinya yang terakhir yang masih duduk di bangku SD. Saya sendiri mendapat tugas mengantar putri Pakde yang sekolahnya berbeda.


Sejak saat itu saya mulai meniru kebiasaan Pakde untuk bangun dan mandi pagi. Beberapa benefit saya dapatkan sejak saat itu yaitu selain tubuh saya lebih fresh, saya lebih lancar mengerjakan skripsi dan secara tidak sadar berangsur-angsur saya tidak lagi bersin-bersin di pagi hari. 


Oke, kembali ke cerita awal tentang orang-orang yang bangun di pagi buta kemudian menuju masjid dan menyerukan ASHSHALAAAH...ASHSHALATU KHOIRUN MINANNAUM... tadi. Pertanyaannya adalah, ketika saya begitu banyak mendapat benefit pada saat bangun pagi kemudian Sholat Subuh dan mandi pagi, maka pastinya orang-orang yang berseru tadi akan mendapat lebih banyaaaaaak kebaikan daripada yang saya terima. Orang-orang tersebut tidak hanya berseru untuk dirinya sendiri akan tetapi juga untuk SELURUH UMMAT MUSLIM di sekitar mesjid tempat mereka berseru. Berseru untuk Sholat Subuh berjamaah karena sesuai dengan cerita-cerita yang sering kita dengar bahwasanya Kaum Yahudi tidak akan takut terhadap Ummat Islam kecuali pada sat Sholat Subuh, shaf-shaf di masjid terisi penuh oleh para orang yang melaksanakan Sholat Subuh secara berjamaah.


Jadi sekali lagi saya hanya ingin mengingatkan, ketika mendengar suara berkumandang di pagi hari untuk menyerukan Sholat Subuh maka bersegeralah untuk bangun dan jangan ditunda-tunda atau malah kembali tertidur karena dapat dipastikan Sholat Subuh akan terlambat dan kebaikan-kebaikan lain tidak jadi kita peroleh seperti apa yang saya rasakan saat ini. Setelah saya sadari, kondisi saya yang akhir-akhir ini bangun terlambat kemungkinan ada dua hal, yang pertama: kemungkinan besar saya terlalu memforsir diri saya ketika bekerja di kantor untuk suatu hal yang tidak pasti selain gaji tiap bulan yang saya terima atau hal kedua yang lebih saya takutkan yaitu...karena saya terlalu banyak melakukan dosa sehingga Allah SWT enggan membangunkan saya pada saat adzan Subuh berkumandang bahkan membuat saya terbangun terlambat sehingga kebaikan-kebaikan itu tidak saya peroleh, naudzubillah...


Oleh karena itu, sungguh beruntung orang-orang yang berkesempatan untuk menyerukan sesama ummat Islam di pagi hari untuk melaksanakan Sholat Subuh berjamaah karena berpuluh-puluh kebaikan pastinya akan mereka terima. Mereka-mereka itulah yang kemudian kusebut sebagai Para Penyapa Pagi, penyapa anugerah dan awal dari segala keberkahan di muka bumi.

Kamis, 19 April 2012

Regulasi dan Sistem Ekskresi Manusia


Dimanapun Tempatnya, Kau Tetap Harus Mengeluarkannya!

Oke-oke pemirsa jumpa lagi setelah sekian lama tidak onani indera pembeda (dibaca: otak).

Jadi hari ini temanya gw buat segamblang mungkin agar pikiran-pikiran kita semua yang terhambat sistem birokrasi kembali berputar cepat. 
Tema ini diambil karena secara tidak sengaja gw diikutsertakan ke sebuah cara pelatihan Legal Drafting di daerah Pejompongan. Terus terang gw excited banget ya secara dari tahun lalu gw ngedumel minta sama Gusti Pangeran semoga ada rezeki bisa ikut pelatihan kaya di atas dan alhamdulillah setahun kemudian terpenuhi :)


Emang ini acara digeber sekeren mungkin diawali hari pertama langsung menggebrak dengan menampilkan pembicara Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Denny Indrayana (semoga nggak salah nulis nama). Entah karena kebiasaan atau emang rada lemot (sesuai hasil dari Psikotes yang kemudian cba diterjemahkan ke dalam bahasa manusia oleh seorang Psiklog) pada sesi tersebut gw bener-bener dengerin apa yang dibicarakan oleh Prof. Denny mulai dari yang terkait dengan substansi regulasi, landasan filosofis, yuridis, sosiologis blablabla sampai pada cerita yang diulang-ulang terkait dugaan penamparan oleh ybs kepada seorang sipir penjara saat penyergapan bersama oleh BNN dan juga cerita tentang poligami yang katanya merupakan halyang "lumrah" bagi masyarakat di tempat Prof dilahirkan.


Sekali lagi, di sesi ini gw hanya diam dan mencoba mengambil fakta-fakta menarik yang merupakan jawaban dari Pak Wamen kepada peserta yang bertanya. Gw harus akui Pak Wamen kita ini punya skill yang mupuni dan gw pikir pantaslah dia menjabat posisi tersebut (trully deeply from my heart). Kenapa gw bisa memutuskan sampai "segitunya"? Sederhana aja, ada beberapa pertanyaan dari peserta yang menurut gw peserta itu sendiri mungkin nggak sadar akibat dari pertanyaannya tersebut apabila dijawab "sekenanya" oleh Pak Wamen dan kurang memuaskan hasrat keingintahuan gw, maka gw akan lebih memutuskan ke WC kemudian berlama-lama di sana buat browsing pakai hape, tapi hal itu nggak gw lakuin sampai Pak Wamen selesai memberikan pelajaran. 


Overall untuk kondisi negara yang lagi kenceng-kendor kaya sekarang, gw kasih nilai 9 buat Pak Wamen dan penyampaian ilmunya di hari itu. Ini nggak masuk hal teknis ya, karena gw akan sangat menghargai seseorang yang mampu memposisikan diri dan jabatannya. Kan nggak mungkin ya seorang dengan jabatan Wamen harus nunjukin tata cara membentuk regulasi misal, kalo nulis judul regulasi itu huruf kapital semua, kalo terdiri dari beberapa bagian dikasih tanda titik du (:) dsb.


Next, gw tambah semangat nih. Meskipun pelajaran dimulai Pkl. 13.15 tapi materinya menarik (menurut gw). Intinya tentang teknik penyusunan perundang-undangan (lo yang baca boleh muntah ya, silahkan gw nggak ngelarang).


Kali ini yang isi materi asistennya Pak Wamen, orangnya tambun (jujur gw nih), pakaian rada nyeleneh (dari depan rapi, kalo dilihat dari belakang baru ketauan kalo bajunya dikeluarin :p). Materinya masih umum tapi peserta sudah mulai mencoba masuk ke ranah teknis karena memang salahnya pemateri sendiri nggak membatasi pertanyaan peserta meskipun sudah keluar dari materi pembicaraan. Di materi kali ini, dari 139 peserta di dalam ruangan itu (lo bisa bayangin, panitia nggak mau rugi banget mengadakan acara ini karena secara nalar sebuah kelas terdiri dari 139 peserta lo pasti langsung nalar itu nggak efektif ya kan?) gw itung-itung ada sekitar 15-20 pertanyaan diajukan peserta, dan hebatnya nih ya...90% dari pertanyaan peserta itu menanyakan hal terkait regulasi yang ada di wilayah kerjanya (oke itu sah-sah saja karena mereka bayar mahal untuk ikut pelatihan tersebut maka wajar mereka mendapat jawaban atas problem yang lagi dihadapi oleh ranah kerja masing-masing). Gw mendapat kesan bahwa pemateri kali ada tulisan besar di jidat "SEMUA PERTANYAAN KALIAN AKAN SAYA JAWAB WALAUPUN KADANG SAYA MENGGUNAKAN MAZHAB SOK TAU TINGKAT DEWA" oleh karena itu gw mencoba menahan birahi untuk bertanya karena gw pikir kasian kalo dia kasih jawaban dari pertanyaan gw dengan mazhab Sok Tau Tingkat Dewa kemudian peserta lain mengamini dan gw tidak membantah karena akan memakan waktu lama dan ternyata jawaban itu gw anggap "menyesatkan" maka gw dapat dikatakan sebagai "awal dari kesesatan" 138 peserta lain heuheuheu...serem banget cyiiin...


Nah...di sesi ketiga pasca coffee break sekitar jam15.30 pematerinya gw anggap mupuni (dengan jabatan yang melekat, kalo nggak mupuni mendingan kembali ke jabatan fungsional yang berfungsi mengisi kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dihadiri oleh struktural karena kurang mampu menentukan skala prioritas kegiatan :P) maka gw mulai orat-oret kira-kira pertanyaan macam apa yang layak untuk dijawab oleh Pak Direktur di muka kelas.


Oke, memutuskan hanya menanyakan 1 hal dan mungkin gw akan berikan bunga-bunga di depannya agar peserta lain dapat memahami pertanyaan gw karena gw sangat sadar kadang bahasa gw perlu diinterpretasikan oleh interpreter dari Planet Namec agar manusia normal lainnya dari muka bumi dapat memahami :P


Jam dinding menunjukkan Pkl. 16.40 dimana seisi kelas mulai resah karena tidak sabar untuk segera mengakhiri kelas dan pulang (keresahannya melebihi pemirsa televisi menunggu hasil sidang DPR RI waktu memutuskan masalah jadi atau tidaknya kenaikan harga BBM). Tangan gw tiba-tiba menjulur ke atas (serasa tangan gw sejenis tanaman sulur :P) saat pembawa acara bertanya "Ya, silahkan selanjutnya?Oke ini pertanyaan terakhir ya sebelum kita mengakhiri sesi pelatihan  hari ini!" Gw mendapatkan kesempatan bertanya tersebut.


"Oke terima kasih Pak Direktur terima kasih atas kesempatannya, di dalam sebuah sistem hukum dalam hal ini terkait dengan proses pembentukan hukum pada dasarnya kita tidak dapat berhenti dalam satu titik karena ini bersifat siklus. Tetapi kondisinya adalah di dalam Undang-Undang tentang blablabla saya tidak menemukan adanya proses evaluasi terhadap setiap regulasi atau peraturan perundang-undangan yang kita bentuk, padahal di negara-negara maju lainnya hal itu merupakan sebuah hal yang wajar dilakukan baik itu dalam jangka waktu 3 atau 5 tahun tetapi mereka melakukan evaluasi tersebut." Kira-kira seperti itulah pertanyaan super ajaib yang keluar dari mulut gw yang dengan ajaibnya hari itu gw nggak gemetaran saat memegang speaker dan suara gw tidak terdengar seperti orang abis lari marathon hehehe...Kalo lo semua kurang begitu paham sama pertanyaan gw maka lo lyak menyewa intepreter dari Planet Namec seperti yang gw sarankan sebelumnya oke?


Pak Direktur mulai menjawab dengan agak sedikit berputar-putar dengan mengatakan iya memang kondisinya seperti itu, UU ini tidak mengatur pasal yang terkait dengan masalah evaluasi peraturan perundang-undangan padahal itu sangat penting. Jadi misalkan akan dibuat sebuah peraturan turunan kita tidak boleh melakukan extend atau perluasan dari UU yang dijadikan acuan nanti DPR bisa marah karena ini dibentuk bersama oleh DPR. Terkait masalah evaluasi tersebut sebenarnya ini masalah politis ya, peraturan perundang-undangan dalam hal ini UU dibentuk bersama antara Pemerintah dengan DPR RI jadi ketika dibentuk kemudian diminta untuk dievaluasi maka tidak semudah itu karena harus melalui PROSES POLITIS dan ini merupakan HAL POLITIS.  


Terus terang gw benci jawaban kaya gitu tapi gw terima jawaban ini 2 kali berturut-turut di pertanyaan yang gw ajuin ke pemateri yang lain di hari berikutnya.


ANALOGINYA KAYA GINI...
- Kita anggap regulasi (kebijakan) yang dikejawantahkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan entah itu Undang-Undang,Peraturan Presiden, Peraturan Daerah sampai Peraturan RT/RW atau apalah itu namanya, sebagai suplemen di dalam makanan yang disajikan untuk masyarakat agar mengkonsumsinya (dibaca: mematuhi).
- Namanya suplemen seyogyanya baik untuk kesehatan, daya tahan tubuh atau stamina agar manusia bisa mejalankan aktivitasnya, begitu juga dengan peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur msyarakat agar kehidupan di masyarakat menjadi selaras, serasi dan seimbang.
-  Tapi sebaik-baiknya suplemen yang ada di dalam makanan yang kita konsumsi pasti menyisakan zat-zat atau bahan-bahan yang kurang baik bagi kesehatan ya?Contoh kita makan Salad yang semuanya terdiri dari sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin tapi kita juga makan Salad kan dilumuri mayonnaise atau Thousan Island gitu kan mengandung lemak tinggi juga toh? Vitamin yang baik diserap tubuh nah lemak tinggi yang dikandung mayonnaise dikeluarkan melalui ekskresi berbentuk feses di keesokan paginya sambil lo siul-siul kan?Beda misalkan kita makan mie atau pangsit, maka sisa-sisa kotornnya mengendap beberapa hari di dalam pencernaan (masalah waktu aja). Nah, itu nggak jauh beda sama peraturan perundang-undangan yang nggak semua kandungannya mengandung hal positif terbukti ada ancaman denda dan pidana apabila melakukan hal yang melanggar atau justru tidak melakukan hal yang diwajibkan oleh sebuah UU misalkan lo wajib punya Surat Izin Mengemudi (SIM) kalo mengendarai motor atau mobil di jalan tapi lo nggak punya maka lo akan dihukum denda.
Kondisi sistem pembentukan peraturan perundang-undangan yang di dalamnya ada tahap:
KAJIAN -- PENELITIAN -- NASKAH AKADEMIK -- DRAFT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN -- PEMBENTUKAN -- PENGESAHAN -- PENYEBARLUASAN  tapi di dalam UU No. 12 Tahun 2011 tidak mengatur Proses EVALUASI yang kemudian didefinisikan sebagai SUATU HAL YANG POLITIS karena dibentuk bersama DPR RI. Maka jika diselaraskan dengan analogi makanan yang mengandung suplemen kesehatan maka akan terjadi perbincangan yang kira-kira sebagai berikut:


Adegan 1 : Analogi Evaluasi Regulasi Sebagai Hal Politis
PENJAGA WC UMUM (PWU)
KONSUMEN WC UMUM (KWU)


PWU : "Oke Mas ada yang bisa dibantu?Saya melihat Mas bolak-balik dari tadi?"
KWU : "Iya anu, saya kebelet mau BAB Bang, saya mau masuk ke WC Umum yang abang jaga ada tulisan "Dilarang masuk tanpa seizin Pemilik WC Umum" jadi saya bingung."
 PWU : "Loh, apa yang perlu dibingungkan, saya pikir tulisan itu sudah jelas?"
KWU : "Iya jadi saya harus minta izin siapa kalo mau numpang BAB?Apa Abang pemilik WC UMUM ini?"
PWU : "Iya kebetulan saya dan pemilik WC Umum ini bekerjasama dalam hal menjalankan bisnis WC Umum ini, Juragan Anu sebagai pemilik dana yang membangun dan saya berkotribusi dalam hal pengelolaan manajemen, makannya saya duduk di sini untuk menarik tarif persewaan."
KWU : Oke-oke saya nggak urus masalah itu tapi bagaimana ini saya sudah sangat kebelet mau BAB saya izin Abang ya untuk masuk ke dalam?"
PWU : "Oke izin saya berikan, tapi...Mas juga harus minta persetujuan Juragan Anu sebagai pemegang dana pembangunan WC Umum."
KWU : "Hadeeeh...yaudah orangnya mana sekarang saya udah nggak kuat ini Bang mau keluar?" keringetan.

PWU : "Anu Mas, Juragan Anu sedang berkunjung ke Abu Dhabi baru minggu depan balik jadi dengan sangat menyesal tidak bisa saya izinkan Mas menggunakan WC Umum ini?" Tersenyum simpul.
KWU : "SEMPRUL, INI SAYA SUDAH MAU MELETUSMAU DIKELUARKAN DIMANA?" Panik sambil sewot.
PWU : "Ya silahkancari WC Umum lain Mas?"
KWU : "YA SUDAH DIMANA ADA WC UMUM LAGI SAYA SUDAH NGGAK KUAAAAT!!"
PWU : "Yaaa...sekitar 500 Meter dari sini Mas?" Polos.
KWU : "NDAS MLEDHUG!!" dan tercecerlah feses dimana-mana.


**********************************************************************************


Jadi itulah kondisi regulasi di Indonesia saat ini ibarat mengkonsumsi makanan berlimpah tapi bingung bagaimana cara mengeluarkan atau sarana untuk mengeluarkan sisa-sisa kotoran dari makanan yang dikonsumsi karena berbahaya bagi tubuh.


Jika ada pertanyaan, BERAPA JUMLAH REGULASI YANG INDONESIA PUNYA  DAN MASIH BERLAKU mulai dari Undang-Undang hingga Peraturan Daerah? Gw berani taruhan meletakkan jabatan fungsional perencana pertama gw sama Presiden SBY kalo dia tahu jawabannya wakakaka....


Problematika regulasi di negara ini sudah sangat pelik Saudaraku, tidak perlu disebutkan apa saja implikasi negatifnya tapi minimal seperti percakapan antara Pemilik WC Umum dengan Konsumen WC Umum di atas.
Ayo kita sama-sama perbaiki dengan memberi solusi konkret dan tidak menjawab dengan hal yang membuat rakyat kembali bingung. INDONESIA HARUS BERBENAH ATAU KITA AKAN TERTIMBUN FESES DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG KITA MILIKI SAAT INI DAN YANG AKAN DIBENTUK KE DEPANNYA...!!