Semua menyalahkan zaman
Bencana alam
Puting beliung
Banjir dan tanah longsor
Gempa bumi
Gelombang tsunami
Semua menyalahkan Tuhan
Diorama 3 : Benang yang Kusut
Bangsa ini masih muda, namun kelakuan sudah seperti orang yang hidup ratusan tahun. Kemarin malam aku menangis sesenggukan menyaksikan sebuah film perjuangan di negeri tirai bambu sana. Sebuah negeri dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Tidak tanggung-tanggung, 2 Milliar lebih penduduk tercatat hidup di negeri Cina saat ini. Negeri penuh filosofi, negeri yang menjaga nila-nilai luhur nenek moyang, negeri yang menjadi sangat besar karena belajar dari kesalahan sejarah yang dilakukan. Paling utama adalah negeri yang saat ini dilanda krisis politik pemimpin yang katanya penuh kolusi tapi minimal...para pemimpin di sana masih mau mengurus negerinya dan bangkit melawan kekuatan dunia.
Saat itu tahun 1905, kekuatan tirani masih menguasai Cina dan Hongkong masih dikuasai oleh Inggris. Dr. Sun Yat Sen yang terkenal dalam sejarah Cina, akan berkunjung ke kota kecil yang berbatasan dengan Hongkong untuk menyebarkan pemahamannya tentang Nasionalisme.Ide ceritanya sederhana, Chen Shaobai seorang Pimpinan Redaksi sebuah surat kabar lokal adalah seorang nasionalis yang harus mempersiapkan kedatangan Dr.Sun ke kota tempat dia berada untuk menyebar strategi melaksanakan revolusi yang efektif bagi 13 Propinsi di Cina. Hal ini dilakukan karena kekuasaan tirani dari Kekaisaran Dinasti Qing sudah sangat menyengsarakan rakyat dan tidak dapat dibiarkan lagi. Permasalahannya adalah, para nasionalis harus siap mati oleh para pembunuh bayaran yang tidak diketahui jumlah dan bentuk serangannya karena membaur dengan masyarakat. Dr. Sun sendiri hanya butuh waktu 30 menit di kota tersebut untuk kemudian kembali pulang dengan menggunakan kapal yang dia tambatkan di pinggir dermaga.
Li Yutang adalah pengusaha surat kabar tempat Chen Shaobai bekerja dan juga penyokong dana utama kehadiran Dr. Sun ke kotanya. Li Yutang memiliki seorang anak yang cerdas bernama Li Chongguang yang juga seorang nasionalis dan aktif menyebarkan berita-berita penyengsaraan rakyat oleh Kaisar saat itu dan rakyat harus bersatu untuk melakukan revolusi demi perbaikan Cina ke depan. Li Yutang melarang putranya untuk berpartisipasi dalam acara menyambut Dr. Sun Yat Sen ke kotanya karena akan sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian namun Li Chongguang menolak dan memang di akhir cerita-Li Chongguang tewas ditikam dengan kayu penarik becak oleh seorang loyalis kaisar.
Semua cerita di atas sudah membuatku meneteskan air mata, namun ada satu adegan yang lebih membuatku merasa miris karena membandingkan dengan kondisi negaraku saat ini. A'si, seorang penarik becak yang sudah mengabdi kepada Li Yutang selama 10 tahun akhirnya ikut mati karena ingin menyelamatkan putra tunggal bosnya ketika akan dikejar oleh loyalis kaisar tadi. A'si Si Penarik Becak tercatat ke dalam salah satu tokoh sejarah pergerakan nasionalis di Cina. Aku bahkan tidak berpikir akan sejauh itu karena di negeriku ini, definisi pahlawan sering kali dipermainkan bahkan diperdebatkan.
Negeri ini akan diruntuhkan oleh para pemimpinnya sendiri, oleh para tokoh yang katanya akan menyelamatkan bangsa ini dan membawanya kepada sebuah kesejahteraan. Aku hanya tertawa kecil ketika mengikuti sebuah rapat yang nampaknya membicarakan rencana bangsa ini ke depan namun ternyata berisi sebuah kisah klasik yang diulang secara terus-menerus tiap tahunnya. Mereka bilang perubahan dan perbaikan dilakukan setiap tahun untuk mencapai target-target pembangunan, aku bilang ini hanya permainan ular tangga yang dapat diulang-ulang kapan saja para pemain menginginkan.
Ingat kasus Tsunami di Aceh? Gempa di Jogja dan jawa Barat serta terakhir di Padang? Gunung Merapi meletus dan banjir di Wasior serta tanah longsor yang berulang-ulang terjadi? Apa kata mereka?
Ini takdir Tuhan yang harus kita terima
Seakan para pemimpin ini tidak sadar sedang ditegur pencipta-Nya kemudian masih ribut mengurus masalah kelanggengan jabatannya ke depan.
Korupsi apalagi, seakan sebuah permainan monopoli yang di resize seluas satu negara karena semua bisa ikut bermain. Pion monopoli yang masuk ke dalam penjara, dapat saja keluar jika memenuhi salah atu syarat di antaranya:
1. Membayar denda sesuai kesepakatan
2. Keluar angka yang sama dalam satu kali kocokan sepasang dadu
3. Memiliki kartu "kesempatan" untuk keluar dari penjara dan bahkan mendapatkan uang jika kartu tersebut dijual ke bandar.
Apa bedanya dengan negara ini? Masyarakat semakin bosan karena permainannya hanya diiulang. Kebosanan masyarakat justru dimanfaatkan para pemimpin ini untuk beradu nominal korupsi. Korupsi yang lebih besar dengan melibatkan lebih banyak pejabat dari instansi pemerintah, serta paling lama disorot oleh media maka dialah pemenang "piala bergilir" korupsi di negeri ini.
Negeri ini kusut layaknya benang layangan. Aku terkadang harus bernapas panjang untuk sekedar melanjutkan hidup esok hari karena harus berkutat dengan kemacetan yang seakan tanpa solusi. Polusi udara yang keluar dari knalpot sepeda motor dan mobil bahkan bis-bis kota adalah santapanku tiap pagi walaupun aku sadari aku adalah salah satu penyumbang menu lezat itu. Pada dasarnya aku juga sering berdiskusi dengan beberapa sahabat tentang kondisi negeriku ini. Mencoba mencari solusi dan di share ke situs-situs pribadi atau pertemanan yang semakin menjamur dan pemanfaatannya kian hari kian melenceng.
Aku memang mengeluh saat ini tapi aku bersumpah akan memberikan solusi terhadap problem negara ini. Terutama untuk para koruptor yang memiskinkan bangsa, otak ini sudah panas untuk segera melaksanakan strategi "pemusnahan bahaya laten korupsi" di negara ini.
Sekali lagi teringat tentang perjuangan Cina merebut sebuah makna kemerdekaan, maka cita-cita ini biar ku pupuk sejak saat ini dan kurawat hingga tumbuh dan kusebar tiap benih yang sama kepada jiwa-jiwa muda yang gusar.
Gusar akan ketidakpastian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar