Rabu, 01 Agustus 2012

Dibalik N.A.N.A.R *9



Aku kecil beriring berpadu
Tak mampu melangkah belajar bertitah
Layaknya laut...luas, dalam dan membiru
Tak ada hasrat bergerak dan berkata latah
Aku kecil beriring berpadu
Melawan takdir besar dan kokoh
Angkuh dan acuh
Aku kecil, esok ku tetap kecil

Diorama 9 : ENERGI

Menjadi pecundang saat ini tak berarti tetap pecundang untuk masa yang akan datang. Atau lebih sederhana lagi, menjadi pecundang di sini, bisa jadi menjadi panutan di tempat lain. Begitulah hidup seharusnya terpikir, tidak sempit namun luas dan beraneka warna. Begitu seharusnya orang tua mengajak putra-putri kecilnya menjalani kehidupan kemudian tumbuh menjadi dewasa.

Rohman terlahir di sebuah kampung kecil yang merupakan bagian dari besarnya ibu kota di waktu itu. Jalanan kampung masih becek karena belum teraspal dan di sana-sini masih terlihat tumpukan tanah lempung yang biasa dijadikan anak-anak pada saat itu untuk bermain karena masih banyak tanah yang lapang di pertengahan tahun 90an.

Bermain kelereng, gobak sodor, batu tujuh dan juga...perang lempung adalah mainan favorit anak-anak kecil di kala itu. Ramai, riuh, friksi-friksi kecil antar bocah yang terjadi akibat kecurangan saat bermain dan celotehan-celotehan konyol berupa jurus-jurus maut yang diucapkan oleh seorang bocah dan membuat bocah-bocah lainnya tersugesti dan meyakini bahwa "jurus-jurus maut" tersebut mampu membuat seseorang menjadi lebih mahir bermain ketimbang bocah lainnya, adalah slide sejarah yang tak lekang di makan zaman.

Mungkin di kampung lainnya bocah-bocah kecil juga memiliki lukisan sejarah masa lalu yang tetap tersimpan di dalam memori kecil dan tidak sedikit dari mereka mampu mencicipi megahnya kehidupan di ibu kota karena kegigihan mereka meraih cita-cita tersebut.

"Hei Rohman, apa yang kau cari di dunia ini?" Seorang bapak-bapak berkulit keriput dan rambut yang sudah memutih dengan hanya mengenakan kaos kutang dan celana pendek yang notabenenya adalah tetangga samping rumah Rohman tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang gampang-gampang susah saat Rohman mampir ke warung di depan rumah membeli cokelat beng-beng cemilan kesukaannya.

"Iya, Pak Petrus?" Rohman berjalan mendekati bapak tua tadi.
"Aku melihatmu berangkat kerja agak siangan dan aku...tidak pernah melihatmu pulang di malam hari hingga esok hari aku melihatmu kembali berangkat kerja agak siangan." Pak Petrus mengambil nafas sesaat karena mengeluarkan kalimat yang agak panjang.
"Saya hanya menjalankan apa yang menjadi kewajiban saya Pak. Saya pulang dari bekerja juga karena saya anggap kewajiban saya di hari itu sudah selesai." Jawab Rohman sambil duduk di bangku semen di samping Pak Petrus.
"Ayo ikut aku !" Pak Petrus mengajak Rohman ke arah rumahnya yang selama ini menjadi misteri bagi tetangga-tetangga.

Petrus Edward, lingkungan mengenalnya sebagai seorang dosen di sebuah universitas swasta di Jakarta, mengajar mata kuliah Sastra Rusia dan pernah menikah sekali dan istrinya sudah meninggal 20 tahun lalu. Sepeninggal istrinya, Pak Petrus sama sekali tidak memiliki sanak saudara karena kebetulan selama pernikahannya, dia tidak pernah memiliki putra.

"Silahkan masuk Rohman, duduk di sofa sana anggap rumah sendiri dan berlakulah senyaman mungkin!" Pak Petrus mempersilakan Rohman duduk di atas sofa yang sangat nyaman, berlapis bludru berwarna biru gelap dan terlihat seekor kucing persia dengan bulu lebatnya tertidur di atas sofa tadi.

"Wow, Bapak pelihara kucing rupanya? Seumur-umur saya menjadi tetangga Bapak saya pikir Bapak benar-benar hidup sendiri?" Rohman akan selalu tertarik dengan yang namanya kucing. Di rumahnya selalu ada saja kucing yang tiba-tiba bermain entah dari mana. Terakhir kucing peliharaannya mati dan bangkainya ditemukan teronggok di selokan depan rumah Pak RT. Rohman tak mampu melihat karena tidak tega melihat kucing kesayangannya mati dengan sangat mengenaskan. Ada yang menyiksa kucing Rohman yang bernama Gandrung dan telah dipeliharanya 4 tahun terakhir. Setelah Gandrung pergi, hanya berselang 2 hari ada kucing yang tiba-tiba masuk ke dalam rumah Rohman dan kucing itu tiba-tiba pula bersikap manja terhadap Rohman. Kemudian Rohman memberinya nama Bejo...tidak perlu ditanya darimana inspirasi nama tersebut diperolehnya.

"Itu Luce, sahabat sejati saya yang mungkin akan menemani sisa hidup saya." Pak Petrus memperkenalkan kucingnya yang bernama Luce kepada Rohman.
"Apa dia jinak?" Rohman menyelidik.
"Aku pikir kamu tidak perlu menanyakan hal tersebut. Aku tau seumur hidupmu selalu ada kucing yang kamu pelihara. Bukan begitu Man?" Pak Petrus membawakan sekotak camilan berisi coklat bertabur choco chip dan secangkir coklat panas.
"Wah Pak Petrus tau rupanya?hahaha...Saya memang pecinta kucing dan Bapak tau?Pernah saya tidak keluar kamar selama satu minggu karena kucing kesayangan saya mati diracun orang dan bangkainya ditemukan di atas loteng rumah saya." Rohman langsung mengelus-elus Luce yang sangat menggemaskan.
"Ponirin!" Pak Petus bergumam pelan.
"Ya betul...Ponirin. Pak Petrus tau juga rupanya?"
"Ponirin itu kucing pintar, setipa pagi dia ke rumahku untuk sekedar membuat gaduh. Mungkin maksudnya ingin membangunkan kami." Pak Petrus tersenyum. "Hal yang tidak mungkin aku lupakan dari Ponirin adalah, dia selalu menemani istriku di rumah ketika aku sedang dinas."

27 Tahun Rohman bertetangga dengan Pak Petrus tapi dia tidak mengetahui sama sekali hal tersebut. Hal itu membuat Rohman bertanya-tanya, apa yang sebenarnya ingin Pak Petrus sampaikan di sore itu.
 
"Rohman, bagaimana kabar pekerjaanmu?Baik-baik sajakah?" Pak Petrus kembali mengeluarkan sebuah pertanyaan yang menurut Rohman itu bukan urusannya.
"Maaf Pak, menurut saya ini aneh karena kita belum pernah terlibat percakapan seperti ini sebelumnya?" Rohman menyela pertanyaan Pak Petrus.
"Rohman, aku tau apa yang menjadi pekerjaanmu sekarang. Masa aku kerja dulu juga sepertimu. Kamu tau apa yang akan dilakukan oleh negara ini tapi kamu coba menutupinya kepada semua orang yang bertanya kepadamu. Bahkan kita harus selalu bersandiwara dengan keluarga di rumah karena mereka tidak akan pernah mengetahui dan tidak akan pernah percaya bahkan ketika kita berbicara tentang sesuatu hal yang serius, buka begitu?" Pak Petrus bertanya serius.

"Apa yang dapat saya peroleh dari percakapan semacam ini?" Rohman apatis.
"Begini Rohman, tidak ada yang akan mengatakan kondisi saat ini adalah kondisi yang terbaik dan diharapkan oleh kita semua."
"Kita semua?" Rohman bingung.
"Iya kita semua, kondisi yang membuat kita tidak mampu untuk sekedar bermimpi apa yang akan kita lakukan untuk penerus kita ke depan." Pak Petrus merangkul Luce, kucing kesayangannya dan meletakannya di atas pangkuan.
"Oke Pak, saya coba memahami apa yang akan kita diskusikan." Rohman mulai serius. "Mengapa jadi begini?Salahkah sistem yang selama ini kita bangun?" pertanyaan pertama keluar dari mulut Rohman.

Pak Petrus meninggalkan Rohman, mengambil sebuah bingkai foto di laci lemari jati di pojok ruangan kemudian meminta Rohman untuk melihatnya.

"Siapa ini Pak Petrus?" Rohman bertanya sambil melap bingkai foto dengan bahu tangan.
"Itu saya sekitar tahun 70an awal, saat itulah karier saya dimulai."
"Karier? Saya pikir selama ini Bapak seorang dosen lalu mengapa di foto ini Bapak mengenakan seragam layaknya bodyguard?"
"Saya bukan dosen dan tidak pernah sekalipun mengajar...kalau sekedar presentasi di depan para prajurit mungkin sering saya lakukan."
"Lalu siapa Bapak sebenarnya? Apa Bapak seperti yang selama ini saya pikirkan?"
"Apa yang kamu pikirkan selama ini?" Pak Petrus mendengarkan serius.
"Saya selalu berpikir Bapak ini seorang In.."
"Salah!Jangan pernah sekalipun kamu berpikir bahwa saya apa yang seperti kamu pikirkan." Raut wajah Pak Petrus berubah serius.

"Saya hanya pengabdi...saya abdikan seumur hidup saya untuk bangsa ini." Pak Petrus memandang jauh ke langit-langit ruangan.
"Saya pikir Bapak mengabdi untuk pemimpin saat itu, heh..." Rohman senyum menyelidik.
"Cerdas pula rupanya kau Rohman, tapi tidak secerdas saya dulu."
"Itu menurut Bapak, minimal saya sudah mampu melepaskan diri saya dari lingkungan setan ini. Anak putus sekolah, kekerasan dalam rumah tangga, tawuran warga, penyalahgunaan NARKOBA dan segala macam kebusukan yang ada di lingkungan ini berhasil saya hindari.
"Oke, saya sudah melihat potensi itu sejak kecil."
"Bapak sok tahu! Waktu saya kecil Bapak sama sekali tidak pernah terlihat oleh kita para tetangga di sini bagaimana Bapak mampu memprediksi akan seperti apa saya sekarang?"
"Kamu mungkin tidak melihat saya, tapi saya?Saya ingat saat Bulan Puasa pagi hari kamu bermain bola akan tetapi kamu tetap puasa hingga maghrib tiba. Saya ingat sewaktu kamu SD hingga SMP tiap pagi kamu sudah dijemput oleh mobil jemputan sekitar Pkl.05.00 karena kamu dijemput pertama kali sebelum murid yang lain. Saya lihat kamu lebih memilih motor Vespa disaat murid SMA lain memilih motor bebek atau motor "lelaki" untuk menarik lawan jenis, dan saya masih melihat hal lain yang tidak saya lihat di anak remaja lain seumuranmu."
 "Oke...jadi selama ini Bapak memata-matai saya?Saya jadi merasa risih sendiri, apa yang Bapak harapkan?Bapak menyukai saya?" mata menyelidik.
"Jaga ucapanmu!" Pak Petrus naik darah.
"Lalu?"
"Saya mencoba mencaritahu apa yang dapat saya pelajari dari kamu." Pak Petrus berdiri mengambil album foto yang diselimuti debu di atas rak TV dan memberikannya kepada Rohman.
"Apa yang dapat Bapak pelajari dari saya?Semakin tidak paham saya dengan percakapan ini?" Rohman membuka-buka halaman demi halaman album foto tua yang diberikan Pak Petrus.
"Saya ingin mempelajari ketidakkonsistenan kamu dalam menjalani hidup." Pak Petrus menjawab singkat.
"Ketidak..."
"Iya...apa menurutmu hidupmu sudah cukup teratur?Justru ketidakkonsistenan mu membuat kamu bertahan bahkan saya anggap kamu memiliki potensi besar suatu saat."

"Pak Petrus ini siapa?Jangan bilang ini Jenderal..." Tanya Rohman sambil menunjuk salah satu foto kusam di dalam album.
"Iya. Tapi dulu belum jadi Jenderal. Dulu berjuang bersama saya...hingga saya merasakan adanya perbedaan visi dalam menjalani perjuangan itu sendiri." pandangan kosong ke depan.
"Perbedaan visi itu.."
"Baru ditemukan setelah 10tahun bertugas bersama." jawab Pak Petrus singkat.
"Bagaimana kalo perbedaan visi ditemukan di awal-awal  perjumpaan?"
"Aha...sudah mulai terhubung kita rupanya?" mendadak mimik wajah Pak Petrus menjadi semangat.
"Sudah, jangan terlalu banyak menyamakan kondisi kita terlebih dahulu Pak!Tolong dijawab pertanyaan saya tadi?" dahi mengernyit.
"Saya hanya bisa menjawab, beri waktu sepenggalan nafas untuk menjawab tegas."
"Oke..." Rohman membalas singkat.

Masih dalam suasana yang tidak tergambar jelas maknanya, keduanya saling diam. Rohman masih melihat-lihat sekeliling ruangan yang diliputi dengan berbagai misteri. sementara Pak Petrus sibuk mengelus-elus Luce yang terlihat tenang berada di pangkuan Pak Petrus.

Selang 5 menit tanpa suara, Pak Petrus menatap tajam ke Rohman seraya berkata perlahan dengan suaranya yang mendadak parau.

"Rohman dengarkan saya!" Tangan Pak Petrus menarik bahu Rohman untuk meminta perhatian. "Bagaimana alam ini dalam waktu dekat kamu gambarkan?"
"Maksud..."
"Jawab saja!" Pak Petrus mengencangkan remasan di bahu Rohman.
"Alam ini...berkabut mungkin?" bahu Rohman mengangkat tanda tidak begitu yakin.

"Dengarkan saya...kamu..bertahan saja dulu. Alam menunggu momentum, Rohman!" perlahan melemahkan remasannya. "Kita tetap jernih menatap waktu dan bersabar!"


"Siap Jenderal!"




Minggu, 15 Juli 2012

Para Penyapa Pagi




Para Penyapa Pagi


Jika kamu tinggal di Kota Jakarta dengan segala kehingar bingarannya. Atau sekedar tinggal di salah satu perkampungan di Kota Megapolitan itu sendiri. Coba sesekali bangun di pagi buta dan perhatikan. Sayup-sayup terdengar suara satu...dua...kemudian saling berpadu beriringan menyambut pagi. 

Ashshala...
Ashshalatu khoirun minannaum...

 Kata-kata itu sendiri berarti "Shalat itu lebih baik daripada tidur." Sederhana namun lugas, sederhana namun mengena di dalam hati.

Beberapa pekan terakhir entah mengapa saya bangun selalu terlambat sekitar Pkl. 06.00 atau bahkan lebih. Saya pikir tidak ada yang salah dengan jam tidur saya yaitu Pkl. 23.00. Terus terang terlambatnya saya bangun di pagi hari membuat saya gelisah karena ketika kamu membuka jendela kamar dan melihat matahari sudah mulai meninggi maka perasaannya akan berbeda ketika bangun di pagi hari suasana di luar masih agak gelap atau matahari baru saja akan muncul.


Dulu ketika saya masih aktif di organisasi mahasiswa, saya sering kali diminta untuk menjadi pembicara (motivator) di depan adik-adik tingkat. Saran yang tidak pernah lupa saya sampaikan adalah Jam berapapun kalian terbangun di pagi hari, maka jangan sekali-kali kalian meninggalkan Sholat Subuh. Satu alasan pasti yang saya sampaikan pada saat itu adalah, ingin menjadikan Sholat Subuh sebagai rasa bersyukur kita kepada Sang Maha Pencipta karena sudah diberi kesempatan untuk bangun kembali di pagi hari dan kembali berjuang, berupaya mencari Ridha Allah SWT yang tersebar di seluruh alam ciptaan-NYA ini.


Hal ini tidak sembarangan saya cermati. Sewaktu saya kuliah di Kota Malang, kebetulan kota itu hampir setiap paginya diselimuti cuaca yang dingin dan di bulan-bulan tertentu cuacanya sangat dingin saya rasakan (pernah di suatu siang sekitar Pkl.13.00 saya melihat di thermometer yang tertempel di kamar kos, suhu saat itu menunjukkan angka 22 derajat celcius). Sejalan dengan cuaca dingin yang selalu meliputi Kota Malang, sejak SMP saya juga menderita alergi cuaca dingin dan debu sehingga menyebabkan saya terkena sinusitis yang sangat menyiksa. 


Namun dibalik penyakit yang saya derita itu ada hikmah yang saya peroleh. Saya tidak pernah bangun terlambat di pagi hari karena ketika teman sekamar kos saya bangun dan membuka pintu kemudian suhu dingin seketika masuk ke kamar saya, maka secara otomatis alergi saya akan kumat dan dalam sekejap hidung saya akan meler dan bersin terus menerus.


Setelah dua tahun saya menjalani masa kuliah dengan pagi hari selalu disertai dengan bersin-bersin itu, hal aneh baru saya sadari yaitu...bersin-bersin saya otomatis akan hilang setelah berwudlu kemudian menjalankan ibadah Sholat Subuh. Ini serius...biasanya setelah berwudlu saya masih bersin-bersin bahkan tambah sering, namun setelah memulai Sholat Subuh seakan tubuh ini mencoba untuk menyesuaikan diri dengan suhu di sekitar sehingga menimbulkan panas yang kemudian saya tidak bersin-bersin lagi. 


Sebelum saya membuktikan hal lain terkait penyakit sinusitis saya ini saya coba akan ceritakan satu hal terkait kebiasaan buruk saya selama berkuliah di Kota Malang. Mungkin bukan hanya saya (silahkan dicek...) setiap saya mendapat jadwal kuliah pagi atau tepatnya Pkl.07.00 maka saya tidak pernah mandi pagi karena selain kondisi tubuh yang tidak berbau karena badan yang kering, kondisi air di Kota Malang setiap paginya akan terasa sangat dingiiin sekali. Namun kebiasaan saya itu ternyata berdampak kurang baik terhadap tubuh karena selama saya menjalankan kebiasaan buruk itu pula penyakit sinusitis dan batuk saya tidak kunjung sembuh.


Di bulan-bulan akhir masa kuliah, saya memutuskan untuk tinggal di rumah Pakde saya yang masih berada di Kota Malang namun memerlukan waktu yang lebih lama untuk sampai ke kampus yaitu sekitar 45 menit. Oleh karena itu saya terpaksa mempercepat waktu tidur saya di malam hari sehingga paginya dapat terbangun lebih pagi yaitu sekitar Pkl.05.00 dan itupun sudah cukup telat karena matahari sudah muncul sekitar Pkl.04.30. Selain mempercepat waktu bangun tidur, saya juga harus menjadi contoh bagi sepupu-sepupu saya yang masih duduk di bangku SD yaitu dengan mandi pagi, WALAH...


Awal-awal kepindahan saya ke rumah Pakde ini terasa sangat menyiksa karena saya khawatir penyakit sinusitis saya akan bertambah parah. Tapi pandangan itu berubah 180 derajat karena sebuah kejadian langka di pagi hari. Langka karena sudah lama saya tidak melihat seorang bangun Pkl.02.30 kemudian melaksanakan Sholat Tahajud dan lanjut dengan tadarus hingga waktu Subuh datang. Setelah melakukan Sholat Subuh di masjid atau tepatnya masih Pkl.04.20 orang tersebut langsung mandi pagi berjalan-jalan di sekitar komplek. Orang itu adalah Pakde saya sendiri yang saat itu sudah berusia 65 tahun.


Hari-hari selanjutnya tidak jauh berbeda, Pakde tetap melakukan rutinitas yang sama dan anehnya Pakde masih terlihat sangat bugar bahkan ketika harus mengantar putranya dari istrinya yang terakhir yang masih duduk di bangku SD. Saya sendiri mendapat tugas mengantar putri Pakde yang sekolahnya berbeda.


Sejak saat itu saya mulai meniru kebiasaan Pakde untuk bangun dan mandi pagi. Beberapa benefit saya dapatkan sejak saat itu yaitu selain tubuh saya lebih fresh, saya lebih lancar mengerjakan skripsi dan secara tidak sadar berangsur-angsur saya tidak lagi bersin-bersin di pagi hari. 


Oke, kembali ke cerita awal tentang orang-orang yang bangun di pagi buta kemudian menuju masjid dan menyerukan ASHSHALAAAH...ASHSHALATU KHOIRUN MINANNAUM... tadi. Pertanyaannya adalah, ketika saya begitu banyak mendapat benefit pada saat bangun pagi kemudian Sholat Subuh dan mandi pagi, maka pastinya orang-orang yang berseru tadi akan mendapat lebih banyaaaaaak kebaikan daripada yang saya terima. Orang-orang tersebut tidak hanya berseru untuk dirinya sendiri akan tetapi juga untuk SELURUH UMMAT MUSLIM di sekitar mesjid tempat mereka berseru. Berseru untuk Sholat Subuh berjamaah karena sesuai dengan cerita-cerita yang sering kita dengar bahwasanya Kaum Yahudi tidak akan takut terhadap Ummat Islam kecuali pada sat Sholat Subuh, shaf-shaf di masjid terisi penuh oleh para orang yang melaksanakan Sholat Subuh secara berjamaah.


Jadi sekali lagi saya hanya ingin mengingatkan, ketika mendengar suara berkumandang di pagi hari untuk menyerukan Sholat Subuh maka bersegeralah untuk bangun dan jangan ditunda-tunda atau malah kembali tertidur karena dapat dipastikan Sholat Subuh akan terlambat dan kebaikan-kebaikan lain tidak jadi kita peroleh seperti apa yang saya rasakan saat ini. Setelah saya sadari, kondisi saya yang akhir-akhir ini bangun terlambat kemungkinan ada dua hal, yang pertama: kemungkinan besar saya terlalu memforsir diri saya ketika bekerja di kantor untuk suatu hal yang tidak pasti selain gaji tiap bulan yang saya terima atau hal kedua yang lebih saya takutkan yaitu...karena saya terlalu banyak melakukan dosa sehingga Allah SWT enggan membangunkan saya pada saat adzan Subuh berkumandang bahkan membuat saya terbangun terlambat sehingga kebaikan-kebaikan itu tidak saya peroleh, naudzubillah...


Oleh karena itu, sungguh beruntung orang-orang yang berkesempatan untuk menyerukan sesama ummat Islam di pagi hari untuk melaksanakan Sholat Subuh berjamaah karena berpuluh-puluh kebaikan pastinya akan mereka terima. Mereka-mereka itulah yang kemudian kusebut sebagai Para Penyapa Pagi, penyapa anugerah dan awal dari segala keberkahan di muka bumi.

Kamis, 19 April 2012

Regulasi dan Sistem Ekskresi Manusia


Dimanapun Tempatnya, Kau Tetap Harus Mengeluarkannya!

Oke-oke pemirsa jumpa lagi setelah sekian lama tidak onani indera pembeda (dibaca: otak).

Jadi hari ini temanya gw buat segamblang mungkin agar pikiran-pikiran kita semua yang terhambat sistem birokrasi kembali berputar cepat. 
Tema ini diambil karena secara tidak sengaja gw diikutsertakan ke sebuah cara pelatihan Legal Drafting di daerah Pejompongan. Terus terang gw excited banget ya secara dari tahun lalu gw ngedumel minta sama Gusti Pangeran semoga ada rezeki bisa ikut pelatihan kaya di atas dan alhamdulillah setahun kemudian terpenuhi :)


Emang ini acara digeber sekeren mungkin diawali hari pertama langsung menggebrak dengan menampilkan pembicara Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Denny Indrayana (semoga nggak salah nulis nama). Entah karena kebiasaan atau emang rada lemot (sesuai hasil dari Psikotes yang kemudian cba diterjemahkan ke dalam bahasa manusia oleh seorang Psiklog) pada sesi tersebut gw bener-bener dengerin apa yang dibicarakan oleh Prof. Denny mulai dari yang terkait dengan substansi regulasi, landasan filosofis, yuridis, sosiologis blablabla sampai pada cerita yang diulang-ulang terkait dugaan penamparan oleh ybs kepada seorang sipir penjara saat penyergapan bersama oleh BNN dan juga cerita tentang poligami yang katanya merupakan halyang "lumrah" bagi masyarakat di tempat Prof dilahirkan.


Sekali lagi, di sesi ini gw hanya diam dan mencoba mengambil fakta-fakta menarik yang merupakan jawaban dari Pak Wamen kepada peserta yang bertanya. Gw harus akui Pak Wamen kita ini punya skill yang mupuni dan gw pikir pantaslah dia menjabat posisi tersebut (trully deeply from my heart). Kenapa gw bisa memutuskan sampai "segitunya"? Sederhana aja, ada beberapa pertanyaan dari peserta yang menurut gw peserta itu sendiri mungkin nggak sadar akibat dari pertanyaannya tersebut apabila dijawab "sekenanya" oleh Pak Wamen dan kurang memuaskan hasrat keingintahuan gw, maka gw akan lebih memutuskan ke WC kemudian berlama-lama di sana buat browsing pakai hape, tapi hal itu nggak gw lakuin sampai Pak Wamen selesai memberikan pelajaran. 


Overall untuk kondisi negara yang lagi kenceng-kendor kaya sekarang, gw kasih nilai 9 buat Pak Wamen dan penyampaian ilmunya di hari itu. Ini nggak masuk hal teknis ya, karena gw akan sangat menghargai seseorang yang mampu memposisikan diri dan jabatannya. Kan nggak mungkin ya seorang dengan jabatan Wamen harus nunjukin tata cara membentuk regulasi misal, kalo nulis judul regulasi itu huruf kapital semua, kalo terdiri dari beberapa bagian dikasih tanda titik du (:) dsb.


Next, gw tambah semangat nih. Meskipun pelajaran dimulai Pkl. 13.15 tapi materinya menarik (menurut gw). Intinya tentang teknik penyusunan perundang-undangan (lo yang baca boleh muntah ya, silahkan gw nggak ngelarang).


Kali ini yang isi materi asistennya Pak Wamen, orangnya tambun (jujur gw nih), pakaian rada nyeleneh (dari depan rapi, kalo dilihat dari belakang baru ketauan kalo bajunya dikeluarin :p). Materinya masih umum tapi peserta sudah mulai mencoba masuk ke ranah teknis karena memang salahnya pemateri sendiri nggak membatasi pertanyaan peserta meskipun sudah keluar dari materi pembicaraan. Di materi kali ini, dari 139 peserta di dalam ruangan itu (lo bisa bayangin, panitia nggak mau rugi banget mengadakan acara ini karena secara nalar sebuah kelas terdiri dari 139 peserta lo pasti langsung nalar itu nggak efektif ya kan?) gw itung-itung ada sekitar 15-20 pertanyaan diajukan peserta, dan hebatnya nih ya...90% dari pertanyaan peserta itu menanyakan hal terkait regulasi yang ada di wilayah kerjanya (oke itu sah-sah saja karena mereka bayar mahal untuk ikut pelatihan tersebut maka wajar mereka mendapat jawaban atas problem yang lagi dihadapi oleh ranah kerja masing-masing). Gw mendapat kesan bahwa pemateri kali ada tulisan besar di jidat "SEMUA PERTANYAAN KALIAN AKAN SAYA JAWAB WALAUPUN KADANG SAYA MENGGUNAKAN MAZHAB SOK TAU TINGKAT DEWA" oleh karena itu gw mencoba menahan birahi untuk bertanya karena gw pikir kasian kalo dia kasih jawaban dari pertanyaan gw dengan mazhab Sok Tau Tingkat Dewa kemudian peserta lain mengamini dan gw tidak membantah karena akan memakan waktu lama dan ternyata jawaban itu gw anggap "menyesatkan" maka gw dapat dikatakan sebagai "awal dari kesesatan" 138 peserta lain heuheuheu...serem banget cyiiin...


Nah...di sesi ketiga pasca coffee break sekitar jam15.30 pematerinya gw anggap mupuni (dengan jabatan yang melekat, kalo nggak mupuni mendingan kembali ke jabatan fungsional yang berfungsi mengisi kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dihadiri oleh struktural karena kurang mampu menentukan skala prioritas kegiatan :P) maka gw mulai orat-oret kira-kira pertanyaan macam apa yang layak untuk dijawab oleh Pak Direktur di muka kelas.


Oke, memutuskan hanya menanyakan 1 hal dan mungkin gw akan berikan bunga-bunga di depannya agar peserta lain dapat memahami pertanyaan gw karena gw sangat sadar kadang bahasa gw perlu diinterpretasikan oleh interpreter dari Planet Namec agar manusia normal lainnya dari muka bumi dapat memahami :P


Jam dinding menunjukkan Pkl. 16.40 dimana seisi kelas mulai resah karena tidak sabar untuk segera mengakhiri kelas dan pulang (keresahannya melebihi pemirsa televisi menunggu hasil sidang DPR RI waktu memutuskan masalah jadi atau tidaknya kenaikan harga BBM). Tangan gw tiba-tiba menjulur ke atas (serasa tangan gw sejenis tanaman sulur :P) saat pembawa acara bertanya "Ya, silahkan selanjutnya?Oke ini pertanyaan terakhir ya sebelum kita mengakhiri sesi pelatihan  hari ini!" Gw mendapatkan kesempatan bertanya tersebut.


"Oke terima kasih Pak Direktur terima kasih atas kesempatannya, di dalam sebuah sistem hukum dalam hal ini terkait dengan proses pembentukan hukum pada dasarnya kita tidak dapat berhenti dalam satu titik karena ini bersifat siklus. Tetapi kondisinya adalah di dalam Undang-Undang tentang blablabla saya tidak menemukan adanya proses evaluasi terhadap setiap regulasi atau peraturan perundang-undangan yang kita bentuk, padahal di negara-negara maju lainnya hal itu merupakan sebuah hal yang wajar dilakukan baik itu dalam jangka waktu 3 atau 5 tahun tetapi mereka melakukan evaluasi tersebut." Kira-kira seperti itulah pertanyaan super ajaib yang keluar dari mulut gw yang dengan ajaibnya hari itu gw nggak gemetaran saat memegang speaker dan suara gw tidak terdengar seperti orang abis lari marathon hehehe...Kalo lo semua kurang begitu paham sama pertanyaan gw maka lo lyak menyewa intepreter dari Planet Namec seperti yang gw sarankan sebelumnya oke?


Pak Direktur mulai menjawab dengan agak sedikit berputar-putar dengan mengatakan iya memang kondisinya seperti itu, UU ini tidak mengatur pasal yang terkait dengan masalah evaluasi peraturan perundang-undangan padahal itu sangat penting. Jadi misalkan akan dibuat sebuah peraturan turunan kita tidak boleh melakukan extend atau perluasan dari UU yang dijadikan acuan nanti DPR bisa marah karena ini dibentuk bersama oleh DPR. Terkait masalah evaluasi tersebut sebenarnya ini masalah politis ya, peraturan perundang-undangan dalam hal ini UU dibentuk bersama antara Pemerintah dengan DPR RI jadi ketika dibentuk kemudian diminta untuk dievaluasi maka tidak semudah itu karena harus melalui PROSES POLITIS dan ini merupakan HAL POLITIS.  


Terus terang gw benci jawaban kaya gitu tapi gw terima jawaban ini 2 kali berturut-turut di pertanyaan yang gw ajuin ke pemateri yang lain di hari berikutnya.


ANALOGINYA KAYA GINI...
- Kita anggap regulasi (kebijakan) yang dikejawantahkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan entah itu Undang-Undang,Peraturan Presiden, Peraturan Daerah sampai Peraturan RT/RW atau apalah itu namanya, sebagai suplemen di dalam makanan yang disajikan untuk masyarakat agar mengkonsumsinya (dibaca: mematuhi).
- Namanya suplemen seyogyanya baik untuk kesehatan, daya tahan tubuh atau stamina agar manusia bisa mejalankan aktivitasnya, begitu juga dengan peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk mengatur msyarakat agar kehidupan di masyarakat menjadi selaras, serasi dan seimbang.
-  Tapi sebaik-baiknya suplemen yang ada di dalam makanan yang kita konsumsi pasti menyisakan zat-zat atau bahan-bahan yang kurang baik bagi kesehatan ya?Contoh kita makan Salad yang semuanya terdiri dari sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung banyak vitamin tapi kita juga makan Salad kan dilumuri mayonnaise atau Thousan Island gitu kan mengandung lemak tinggi juga toh? Vitamin yang baik diserap tubuh nah lemak tinggi yang dikandung mayonnaise dikeluarkan melalui ekskresi berbentuk feses di keesokan paginya sambil lo siul-siul kan?Beda misalkan kita makan mie atau pangsit, maka sisa-sisa kotornnya mengendap beberapa hari di dalam pencernaan (masalah waktu aja). Nah, itu nggak jauh beda sama peraturan perundang-undangan yang nggak semua kandungannya mengandung hal positif terbukti ada ancaman denda dan pidana apabila melakukan hal yang melanggar atau justru tidak melakukan hal yang diwajibkan oleh sebuah UU misalkan lo wajib punya Surat Izin Mengemudi (SIM) kalo mengendarai motor atau mobil di jalan tapi lo nggak punya maka lo akan dihukum denda.
Kondisi sistem pembentukan peraturan perundang-undangan yang di dalamnya ada tahap:
KAJIAN -- PENELITIAN -- NASKAH AKADEMIK -- DRAFT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN -- PEMBENTUKAN -- PENGESAHAN -- PENYEBARLUASAN  tapi di dalam UU No. 12 Tahun 2011 tidak mengatur Proses EVALUASI yang kemudian didefinisikan sebagai SUATU HAL YANG POLITIS karena dibentuk bersama DPR RI. Maka jika diselaraskan dengan analogi makanan yang mengandung suplemen kesehatan maka akan terjadi perbincangan yang kira-kira sebagai berikut:


Adegan 1 : Analogi Evaluasi Regulasi Sebagai Hal Politis
PENJAGA WC UMUM (PWU)
KONSUMEN WC UMUM (KWU)


PWU : "Oke Mas ada yang bisa dibantu?Saya melihat Mas bolak-balik dari tadi?"
KWU : "Iya anu, saya kebelet mau BAB Bang, saya mau masuk ke WC Umum yang abang jaga ada tulisan "Dilarang masuk tanpa seizin Pemilik WC Umum" jadi saya bingung."
 PWU : "Loh, apa yang perlu dibingungkan, saya pikir tulisan itu sudah jelas?"
KWU : "Iya jadi saya harus minta izin siapa kalo mau numpang BAB?Apa Abang pemilik WC UMUM ini?"
PWU : "Iya kebetulan saya dan pemilik WC Umum ini bekerjasama dalam hal menjalankan bisnis WC Umum ini, Juragan Anu sebagai pemilik dana yang membangun dan saya berkotribusi dalam hal pengelolaan manajemen, makannya saya duduk di sini untuk menarik tarif persewaan."
KWU : Oke-oke saya nggak urus masalah itu tapi bagaimana ini saya sudah sangat kebelet mau BAB saya izin Abang ya untuk masuk ke dalam?"
PWU : "Oke izin saya berikan, tapi...Mas juga harus minta persetujuan Juragan Anu sebagai pemegang dana pembangunan WC Umum."
KWU : "Hadeeeh...yaudah orangnya mana sekarang saya udah nggak kuat ini Bang mau keluar?" keringetan.

PWU : "Anu Mas, Juragan Anu sedang berkunjung ke Abu Dhabi baru minggu depan balik jadi dengan sangat menyesal tidak bisa saya izinkan Mas menggunakan WC Umum ini?" Tersenyum simpul.
KWU : "SEMPRUL, INI SAYA SUDAH MAU MELETUSMAU DIKELUARKAN DIMANA?" Panik sambil sewot.
PWU : "Ya silahkancari WC Umum lain Mas?"
KWU : "YA SUDAH DIMANA ADA WC UMUM LAGI SAYA SUDAH NGGAK KUAAAAT!!"
PWU : "Yaaa...sekitar 500 Meter dari sini Mas?" Polos.
KWU : "NDAS MLEDHUG!!" dan tercecerlah feses dimana-mana.


**********************************************************************************


Jadi itulah kondisi regulasi di Indonesia saat ini ibarat mengkonsumsi makanan berlimpah tapi bingung bagaimana cara mengeluarkan atau sarana untuk mengeluarkan sisa-sisa kotoran dari makanan yang dikonsumsi karena berbahaya bagi tubuh.


Jika ada pertanyaan, BERAPA JUMLAH REGULASI YANG INDONESIA PUNYA  DAN MASIH BERLAKU mulai dari Undang-Undang hingga Peraturan Daerah? Gw berani taruhan meletakkan jabatan fungsional perencana pertama gw sama Presiden SBY kalo dia tahu jawabannya wakakaka....


Problematika regulasi di negara ini sudah sangat pelik Saudaraku, tidak perlu disebutkan apa saja implikasi negatifnya tapi minimal seperti percakapan antara Pemilik WC Umum dengan Konsumen WC Umum di atas.
Ayo kita sama-sama perbaiki dengan memberi solusi konkret dan tidak menjawab dengan hal yang membuat rakyat kembali bingung. INDONESIA HARUS BERBENAH ATAU KITA AKAN TERTIMBUN FESES DARI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG KITA MILIKI SAAT INI DAN YANG AKAN DIBENTUK KE DEPANNYA...!!

Selasa, 06 Desember 2011

Logika Pagi

Logika Pagi


Ketika datang dan kita sadari
Ketika malam dilalui tanpa henti
Ketika hidup berputar, berkeliling dan semaunya
Ketika sinar kadang redup kadang membimbing

Sadarnya pasti tinggal hitung waktu berdetak
Hari berlalu dan semakin kencang berlari
Jika cepat adalah kata yang tepat
dan sesal terhindar karena mata yang membelalak

Logika pagi dengan segala yang cerah-cerah
Membawa hati memilih yang tepat tuk melangkah
Bersama jiwa-jiwa yang rasa yang berpenjar
Kepastian tak lagi dapat terelakkan

Kamu..kamu..kamu dan kamu..

Jangan letih, terus berlari dan tebar sinarnya

Biar hati mainkan sisanya.

Minggu, 27 November 2011

Si Tabu



Ketika kau laru
Dalam setiap hembus di telinga
Ketika kau ragu
Maka diam dan nikmatilah
Duuu..didadidum...

Haha...ngga tahan buat nulis tema yang satu ini. Memang nggak akan pernah habis ide atau bahkan tidak sengaja bertemu dengan tema yang universal ini.

Jadi...ini memang sudah pagi di Pusat Jakarta, jam di layar PC menunjukkan angka 0:24 dan nanti sekitar 4 jam dari sekarang aku harus bergegas ke bandara sekedar untuk menularkan racun-racun yang sudah kita racik bersama.
Jam segini perut tak bisa diajak kompromi padahal sore sudah makan semangkok mie goreng dan segelas besar es susu soda. Hasshh..terpaksa nyebrang gedung bareng teman mencari kira-kira ada yang bisa mengganjal perut.

Ketemulah tukang nasi goreng gila dan segera memesan kemudian mencari tempat duduk seadanya di pinggiran taman yang cukup terkenal di Jakarta ini. Lokasinya strategis...terlalu strategis sehingga meskipun sudah pukul 23.45 tadi, masih banyak terlihat pasangan muda-mudi asik duduk di pinggir air mancur dan si mudi menyenderkan kepalanya di bahu si muda, hahaha...
Sialnya gue yang mau menikmati sepiring nasi goreng gila harus ikhlas menerima orang di sebelah gue adalah teman kerja dengan jenis kelamin yang sama *tepokjidat

Gue kira si Om blablabla nggak tertarik melihat pemandangan orang pacaran, eh ternyata topik pembicaraan dari awal duduk di atas aspal di pinggir taman sampai kembali ke ruangan pembicaraannya malah nggak jauh dari situ. Tambah asyin lah gue malam ini.
"Gue jadi inget dulu pacaran di situ tuh San." sambil menunjuk kursi panjang di bawah pohon besar.

"Oo..." gue nggak mau nanggepin serius.
"Awalnya sih enak, duduk trus pesen makan..minum sambil ngobrol sampe malem." Om kembali melanjutkan pembicaraan.
"Wah enak dong Om?" kembali menjawab singkat.
"Ya gitu deh, tapi akhirnya pasti berantem sampe diliatin orang. Kalo inget lagi gue jadi malu sendiri, hahaha..." Om blablabla hanya menatap kosong ke depan.

Sumpah gue nggak senep sama cerita itu sampai akhirnya gue mengeluarkan pertanyaan yang nggak disengaja.

"Emang tahun berapa tuh Om pacarannya?" tampang gue polos.
"Ya belom lama itu sekitar tahun 2009 kemarin." Om menjawab sambil memasukkan nasi goreng gila ke mulutnya.

Wait...tahun 2009 kenapa masih suasana pacaran padahal si Om udah punya 3 anak mana udah ada yang kerja pula.

"Jadi tuh gue berantem gara-gara gue di duain. Awalnya gue nggak tau udah di duain sama pacar gue sampe suatu hari gue telpon nggak diangkat-angkat akhirnya gue samperin ke rumahnya baru ketahuan dia lagi selingkuh telpon pacarnya yang lain." Om semangat membara menceritakan pengalamannya diselingkuhin pacarnya.

Oke...gue hanya akan melanjutkan dengan pertanyaan I think we have to stop this conversation or i've to keep your big secret which i'm not interested to know it more.

Aslinya gue udah tau kalo si Om blablabla punya pacar di kantor yang notabenenya adalah pekerja kontrak dan cerita ini sudah tersebar di seluruh antero ruang kantor bagian sayap kiri ke belakang. Awalnya gue hanya anggap becandaan hingga akhirnya gue denger sendiri dari ybs.
Kadanga gue nggak mau terlalu mendalami membicarakan masalah satu kata tabu yang diulang tiga hingga empat kali dalam sekali percakapan. Pengalaman gue nggak semanis yang mereka rasakan berbicara tentang yang satu ini. Sebenernya gue bukan korban, gue pernah diselingkuhin oke, tapi gue nyantai aja waktu itu karena gue punya banyak teman yang lebih menyenangkan dibandingkan harus mengurus satu wanita, nganterin ke mall, salon, makan di resto favourite dengan menu kesukaan yang harus dipaksakan untuk disamaian tiap memesan makanan. Di lain hal, gue suka membantu teman-teman menyelesaikan permasalahan mereka terkait hal yang satu ini walaupun nggak semua berhasil sesuai yang diharapkan.

Puluhan atau bahkan ratusan kejadian yang melibatkan kata tabu yang satu ini sejak gue duduk di bangku Sekolah Dasar,

pertama, waktu SD gue harus duduk sama cewe yang dimana cewe tersebut adalah pacar dari jagoan sekolah saat itu dan si jagoan sekolah pernah datang ke meja gue dan bilang sambil nunjukkin telunjuk ke idung gue kemudian bilang "Lo harus jagain pacar gue, awas kalo dia sampe kenapa-kenapa." Oke gue jagain, gue rapihin kertas file koleksinya, gue hibur kalo dia lagi berantem sama si jagoan, gue bantuin buat tugas, gue temenin ngobrol tiap pulang sekolah kalo supirnya belum dateng dan akhirnya...si cewe malah nembak gue di saat jam pelajaran lagi serius yang akhirnya temen di meja belakang gue denger kemudian melapor sama si jagoan. Terpaksa gue harus jadi patung tiap si cewe ngajak ngobrol atau gue siap nerima boegm mentah.
kedua, SMP kelas 3 gue mau masuk kelompok cewe-cewe gokil dengan tidak memaksakan pribadi gue berubah layaknya cewe, mereka menerima hingga akhirnya gue dipaksa menyebutkan cewe yang gue taksir padahal saat itu bener-bener blank dan memang nggak ada yang lagi ditaksir. Karena dipaksa harus menyebutkan akhirnya sembarang cap cip cup gue pilih cewe putih dari kelas 3 C kemudian gue dipaksa nembak dan gue tembak saat itu juga. Gue ditolak nggak diterima juga nggak hingga kelas 2 SMA gue kembali bertemu si cewek dan si cewek ngatain gue macem-macem kemudian keluar kalimat sakti "Lo jadi cowo jangan pernah mainin perasaan cewe lagi! Lo nembak gue berulang kali tapi lo nggak pernah nanyain jawaban dari gue apa? Maksud lo apa mainin gue kaya gitu?" Intinya si cewe udah mau jawab "tembakan" gue tapi malah gue yang nggak pernah ngurusin apa jawaban dia. Akhirnya keluar gosip gue penjahat kelamin, suka mainin cewe dan blablabla...maka rusaklah nama baik gue.

ketiga, kelas 3 SMA saat semua murid bingung mencari pasangan karena sudah mau lulus dan mencari momen berkesan di sekolah. Tiba-tiba seorang wanita yang notabenenya adalah temen main dari kelas 2, SMS gue kemudian menanyakan apakah ada cewe yang lagi gue taksir? Kali ini gue bilang dengan spontan kalo yang gue taksir justru cewe yang SMS gue itu,padahal gue jawab itu sambil ngantuk karena udah tengah malem dan 3 hari setelahnya justru gue dipaksa nembak itu cewe dan sekali lagi ke-isengan gue berbuah manis, karena "tembakan" gue diterima dengan dada terbuka (cesored). You know what? adik kelas yang gue incar dari awal tahun dan rencananya akan gue "tembak" setelah acara Bulan Bahasa di sekolah, mengetahui perihal jadian gue yang sangat tidak disengaja kemudian SMS di suatu malam dan bilang "Ka, aku anggap Kaka kaya Kaka kandung aku sendiri aja ya?" Gue yang tangannya gemetar membaca SMS kaya gitu akhirnya pasrah dan membalas SMS maksa juga "Iya gapapa gue juga seneng punya adik yang cantik, pinter, sexy, gaul, jago olahraga, anak tunggal..." dan blablabla lainnya yang intinya...sebenenrnya gue berharap dia yang jadi pacar gue :(

itu cuma tiga contoh dari pengalaman gue dengan satu kata tabu itu tapi setelah mendengar cerita si Om, ternyata kisah gue ini belum seberapa. Om sekali lagi sudah punya istri dan 3 orang anak tapi dia tidak canggung untuk menceritakan pengalamannya berpacaran dengan orang sekantor. Ini memang jadi tidak benar dari satu sisi kaca mata tapi gue pikir kenapa harus jadi begitu dipusingkan?

Orang bilang pernikahan itu sakral dan hanya berlaku sekali untuk seumur hidup, oke gue setuju. Gue juga akan berbuat seperti itu setelah gue menikah, tapi lo semua harus melihat fakta di lapangan.

Sepasang artis senior akhirnya bercerai dengan alsan si artis pria menemukan cinta sejatinya sejak zaman sekolah, kemudian apa kita akan berkata "Ngapain lo kawinin istri lo kalo hati lo buat wanita lain?" itu bukan hak kita kawan.

Atau ada cerita lain, seorang bapak-bapak dipukulin anaknya karena ketahuan akan menikah lagi dengan wanita lain. Apa ini juga menjadi tanggung jawab kita untuk mengatakan kepada si Bapak bahwa itu tidak benar?

Gue mungkin akan menerima banyak cercaan melalui pendapat gue ini, tapi gue hanya meminta pengertian kepada semua orang di jagad raya entah itu pemuja aliran jender atau bahkan aliran ekstrimis feminisme yang menganggap sebuah pernikahan adalah dera bagi si wanita sehingga akhirnya memilih untuk tidak menikah seumur hidup bahwa, "biarkan si tabu itu memainkan perannya."

Udah banyak yang bilang kalo "si tabu" ini membuat hidup kita seakan terbang melayang, membuat semua menjadi hambar dan sebagainya, itu memang kekuatan "si tabu" dan siapa yang dapat melarangnya?
Bayangkan ketika seorang dosen bermain dengan "si tabu" kemudian akhirnya menjalani hidup dengan mahasiswanya, bayangkan ketika seorang guru ngaji akhirnya menikah dengan santrinya, bayangkan ketika seorang tuan menikah dengan pembantunya dan bayangkan ketika suatu hari aku menikah dengan seorang wanita yang aku sendiri akan seperti apa walopun saat ini aku juga punya teman wanita, bayangkan apa kalian mampu untuk menghalangi "si tabu" memainkan perannya?

Ini zaman sudah edan, tapi jangan kita menjadi lebih edan karena harus mengikuti kemana "si tabu" melangkah dan bermain peran. Tiada melihat usia, tiada melihat status, tiada melihat kedudukan maka "si tabu" akan menyerangmu secara bertubi-tubi hingga kau tidak bisa merasakan nikmatnya kuah mie Jawa, atau sushi dengan washabinya yang semriwing, atau merasakan efek dahsyat dari makan sate kambing sunda kelapa?

Ini gila kawan, ini lebih dahsyat dari bom Hiroshima dan Nagasaki, ini bisa menjadi momentum menyatukan manusia di se-antero jagad bumi. Ini bisa membuat frankenstein bangkit kembali dari tidurnya. Tapi kenapa kita tidak pernah membiarkan "si tabu" sedikit bebad bergerak.


Maka dengan ini saya hanya ingin mengatakan, 

tutup matamu, hirup udara sedalam-dalamnya, biarkan si tabu menari-nari dan menembus dinding-dinding hati, karena mulai malam ini adalah saat yang tepat untuk kita

B.E.R.C.I.N.T.A



Sunday, 01:25 AM

Kamis, 24 November 2011

Karena lo Ingin yang Itu...



Ketika kamu ingin berbelok ke kiri,
maka pastikan, kiri itulah yang kau inginkan.
Bukan karena Ibu mu yang meminta,
Tapi karena hatimu yang memberi marka.


 Kencangkan sabuk pengamanmu karena sebentar lagi kita akan meluncur, jangan pejamkan mata karena membaca ini kupastikan ini bukan sekedar bermain di dalam sebuah wahana...



READY....


klik klok klik klok apakah ini bunyi detik jam pada umumnya? Bukan, ini adalah bunyi hitungan waktu yang mendadak mempercepat langkahnya di dalam kehidupanku akhir tahun ini. Ya, semua dihadapkan pada kondisi dimana kamu tidak boleh mengambil jalur lain dengan sekedar melewati beberapa wahana kehidupan yang justru kamu harus hadapi.

Contoh sederhana, suatu hari tidak beberapa hari di dalam minggu ini aku dan beberapa kerabat kerja harus mempersiapkan sebuah konsep memperbaiki tata nilai kehidupan yang mencorat-coret atau malah memorat-maritkan kehidupan di negeri ini. Jauh dari sombongya ucapanku tadi, pada dasarnya siapa yang ingin menghadapi hal seperti ini? 

Semisal kamu mengajak pacar, istri atau bahkan Ibumu sendiri berbelanja di sebuah Mall yang menawarkan bermacam diskon dengan pembayaran yang sederhana pula (nggak bisa bayar cash, lo boleh gesek tuh kartu!). Masalahnya lo tau barang-barang yang dijual dengan berbagai macam diskon itu justru akan membuat wanita-wanita yang lo sayangi itu akan terjebak pada hal yang sia-sia, barang sudah ada di rumah, tidak mungkin terpakai lama atau lebih tepatnya hanya menarik jika ditempatkan atau dikenakan oleh patung peraga di mall itu sendiri. Kalo lo menghadapi kondisi seperti itu apa yang akan lo lakukan? Benerkah lo akan diam dengan perkiraan bahwa lo akan membahagiakan wanita yang lo sayang itu?

Sekali lagi itu hanya perumpamaan kegiatan yang gue lakuin di kantor hingga gue harus melihat secercah fajar di keesokan harinya. Pulang di hari selanjutnya dan harus kembali ke ruang aktifitas tidak berselang waktu selanjutnya. Banyak yang bilang Dulu hal yang kaya' gini udah biasa, malah hampir tiap hari di akhir tahun. Sori gue hanya mau bilang "Itu derita lo, Cyiinnn..."

Wait...i have to tell you sumthin, i write this blog when i listen to Coldplay's Song cold "Shiver" 
Okey lanjut, nih ya...kalo yang lalu gue bilang lo harus punya skenario sendiri dalam menjalani hidup karena lo tidak boleh hanya menjadi bagian dalam skenario kehidupan orang lain, maka kali ini gue kasih clue selanjutnya (Criinngg...) Sotoy marotoy gue kumat.

Ini serius karena akan sangat menyenangkan...Sekali lagi gue harus menjalankan 15 jam hidup gue di satu lokasi bertajuk "Tempat mengais rezeki" bukan karena seseorang membuat gue harus tinggal, atau lebih picik lagi untuk mendapat penghargaan dari orang lain, atau lebih jijay lagi karena gue ingin menunjukkan sesuatu ke seseorang yang disebut B-O-S, tapi gue pastikan gue melakukan ini karena gue senang.

Gue tersenyum selalu menghabiskan 15 jam gue itu dan coba tebak apa yang terjadi? Gue benerang ngerasa ringaaaaaaaannnn... banged.

Hidup penuh persaingan, okey nggak ada penolakan buat hal yang satu itu. Tapi apa iya kita harus menghadapi persaingan dengan wajah yang seakan kita menahan sesuatu di organ pencernaan kita? Atau kita harus memicingkan mata tiap-tiap ada orang yang mendekat kepada kita kemudian hati usil menyinggung Hmmm...ngapain nih orang deket-deket gue jangan-jangan pengen tau rahasia wajah gue yang selalu kinclong. Lo akan capek menjalani sisa hidup lo ini dengan terus berprasangka dan berasumsi tanpa ada hasil yang akan lo dapet kecuali muka lo tiba-tiba permanen tampang judes terus.


Enjoy...itu kuncinya. Lo misalkan tanpa sadar udah gede trus bilang... "Oke nama gue Ahmed, umur gue 26 tahun dan agama gue Islam." orang di depan lo tiba-tiba nanya "Ahmed, kenapa lo memilih Islam sebagai agama lo?"

Dengan polosnya gue menjawab..."Eee...karena gue nggak pernah denger nama Ahmed agamanya Kristen Ortodok." maka dengan jawaban ini otomatis IQ lo akan dikasih score 79 sama mahasiswa jurusan Psikolog.

Tapi gimana juga kalo gue bilang, "Gue Islam, karena gue memilih." ngga usah ditambahin embel-embel apa lagi orang juga udah mahfum trus ngeloyor pergi tuh yang nawarin aliran kepercayaan sama batu kali misalkan.

Sedih ngga sih lo denger motivator-motivator bilang dengan kepala rada godeg-godeg "Jika kalian merasa tidak nyaman bekerja di sebuah tempat yang Bos-nya seenaknya puser sendiri, rekan-rekan kerja bekerja semaunya tanpa memperdulikan target kinerja, OB di kantor malas dimintain tolong beliin makanan saat jam istirahat siang, maka sudah saatnya anda menentukan sikap untuk bertahan atau keluar dan mencari pekerjaan lain." Kalo yang nanya karyawan biasa mending, kalo yang nanya itu hanya lulusan SMA yang berkesempatan berkarier di perusahaan minyak internasional yang kerjanya sesuai hobi, misalkan menggambar rangka pipa-pipa kilang minyak dan digaji 35 juta per-bulan dan fasilitas rumah dan mobil pribadi plus bonus akhir tahun sampai 200 juta trus tiba-tiba keluar dan harus susah payah lagi nyari kerjaan di dalam negeri yang selalu mensyaratkan minimal lulusan S1 untuk dapat bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji awal 1,8 juta trus itu si motivator mau kasih honornya manggung buat gantiin beda gaji yang diperoleh sama itu orang apa?
Damn...kok ya gitu-gitu amat hidup harus dengerin orang yang kenal juga ngga, temen bokap nyokap juga bukan, kasih makan juga ngga pernah eh ngasih pendapat ke orang lain.

Kalo menurut gue ketika gue mau berjalan ke depan rumah itu karena memang gue yang ingin berjalan ke depan rumah bukan karena ada dorongan dari yang lain. Kalo memang harus ke luar rumah karena mau berangkat ke kantor gimana? Maka kita cari target yang lebih jauh lagi misalkan, gue ke kantor oleh karena itu harus keluar rumah terlebih dahulu dan gue akan mendapat sesuatu yang lebih. Pemandangan mba-mba yang cantik lagi di halte busway misalkan atau apalah yang lain yang penting memang itu karena keluar dari diri kita sendiri.

Gimana dengan pendapat, Omongan orang tua harus dipatuhi! Oke gue setuju sangat, karena kalo ngga bisa kualat jadi orang susah lo nantinya. Tapi lo harus denger kisah temennya sepupu gue. Namanya gue lupa yang pasti ini orang ngga lulus SMA, dulu kerjaannya tawuran, nyuri duit orang tua buat mabok, nyolong kunci mobil bokapnya buat ke tempat dugem dan sebagainya. Lo pikir bagaimana nasib ini orang saat ini? Tetap blangsak kah? Tidak kawan-kawan, orang ini sekarang jadi pengusaha sukses dengan harta milyaran. Alah itumah karena ada warisan dari orang tua kali? Ngga gitu juga, orang tua dia boleh tajir tapi bokapnya ngga akan kasih duit kalo anaknya berantakan kaya gitu.

Kalian mau tau jawabannya? Jawabannya sederhana, ini orang dari kecil patuh banget sama Ibu-nya. Udah itu aja jawabannya titik. Ngga perlu ditanyain lagi ko bisa dan macem-macem, tapi kodrat yang satu ini sifatnya wajib dipercaya. Lo patuh dan nurut sama Ibu lo maka jaminan hidup lo akan bahagia. Jadi hanya satu hal inilah yang membuat lo harus berfikir dua kali kalo Ibu lo menyuruh ke kanan tapi lo maunya ke kiri. Kita memang punya hati yang jadi patokan dalam bertindak, tapi ridhonya ortu itu ridhonya Allah SWT juga. Selebihnya itu, lo bisa jalanin hidup lo sesuka puser lo sendiri.

Lo boleh godain anak tetangga yang tiap pagi jogging keliling kampung, lo boleh nonton bola ngga pake karcis tapi bayar sama petugas yang jaga pintu masuk, lo boleh sehari masuk kerja sehari bolos, lo boleh coret-coret tembok sekolah atau kampus atau kantor lo sekarang, asal hati lo udah punya jawaban atas apa yang lo lakuin saat itu.

Jadi pesen gue, hidup lo harus penuh dengan tindakan yang menyenangkan dan memang karena itu yang lo mau. Tapi inget, patuh sama perintah ortu terutama Ibu lo adalah suatu keharusan, menentang berarti sekedar mempertanyakan maksud dan tujuan diberikannya perintah, dan bukan sebagai keputusan dalam bertindak.