Minggu, 07 Maret 2010

Sang Motivator


Based On True Story

Hari ini dia datang lagi. entah apa yang ada di benaknya tapi kali ini dia datang ke rumah dengan sepeda motor "laki-laki" terbaru miliknya seharga 40 jutaan yang aku tau. Awalnya aku enggan menemuinya karena setiap dia datang dia selalu menunjukkan sesuatu "kehebatan" yang telah dia raih.Tapi entah kenapa akhirnya aku menemui dia juga.

Dia teman sepermainan ku sejak kecil. Dulu rumahnya hanya berbeda 2 rumah ke samping kanan dari rumah ku. Anaknya sederhana (setidaknya dibandingkan dengan Kakaknya yang selalu terlihat necis dengan rambut model spike dan diwarna-warni seperti ikan cupang saja hihihi...) dia juga sedikit berbeda dengan teman sebayanya termasuk aku saat itu.Saat kita sama-sama duduk dibangku SMP, saat semua sedang asik-asiknya mengenal internet dan hampir setiap hari pulang sekolah selalu mampir ke warnet untuk sekedar chatting atau browsing, teman ku yang 1 ini sudah jualan roti bakar di depan rumahnya yang sederhana. Beranjak SMA saat aku dan teman-teman seusiaku asik mencari jati diri dengan mencari pasangan masing-masing (baca : pacaran), temanku yang satu ini asik menjaga rental PS milik Om nya dan sesekali berkata "lumayan sehari dapet 4 ribu San, kalo malem Minggu atau hari libur biasanya bisa tambah 2 ribu jadi 6 ribu karena banyak yang rental." saat itu aku hanya menjawab "Oh.."

Dan yang tidak akan pernah aku lupa waktu itu Bulan Ramadhan sekitar tahun 2000 awal, temanku ini menjual kembang api dan petasan yang modalnya dia minta dari Ibunya kemudian setiap hari dia menyicil untuk membayarnya kembali.Saat itu banyak tetangga yang merasa terganggu karena suara petasan yang berisik kadang hingga tengah malam. walhasil temanku ini dimarahi salah satu warga sehingga esok malamnya dia tidak bisa lagi berjualan. Temanku ini kemudian curhat "Padahal Gue mau nabung buat beli sendal Lebaran di Ramayana San, harganya sekitar 40rb, eh duit Gue baru sekitar 28rb udh ga boleh jualan lagi sama Bapak itu tuh (sambil mulutnya mecucu mengarah ke sebuah rumah teangga)." Aku hanya menjawab "Yah mau gimana lagi, harusnya anak-anak yang beli petasan lo suruh main di tempat lain aja." "Namanya anak-anak San, kalo abis beli pasti langsung dinyalain petasannya." dan kita berdua kembali bengong duduk di depan rumahku yang beralaskan lantai semen yang kotor.

Tahun 2003, saat itu aku sedang bergembiranya karena lulus SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) di salah satu Universitas Negeri di Jawa Timur. Suatu malam aku melihat teman ku ini duduk di depan rumahnya dengan pandangan kosong lalu aku menghampirinya "Lo ngga ikut SPMB?" dia menjawab sambil tersenyum kecil "Kata Nyokap Gue biaya SPMB mahal sekitar 200rb mendingan Gue cari yang lain" "Yang lain gimana?" "Gue mau ikut STAN San, Nyokap Gue minjem duit sama Ngkong Gue buat beli formulir daftar STAN lebih murah." "Eh Gue juga ikut STAN, semoga lo lulus ya soalnya Gue sih udah ada pegangan." "Ya doain aja San." dia kembali tersenyum.

Tapi nasib mujur belum berpihak sama temanku yang satu ini, dia tidak lulus STAN dan dimarahin Ibunya karena Ibunya sudah susah payah meminjam duit Ngkongnya untuk beli formulir. Temanku ini mungkin sedikit kurang mujur hidupnya dibandingkan aku. Ayahnya hanya seorang tukang Ojek motor yang pendapatannya belum pasti. Ibunya seorang hairdresser atau lebih tepatnya membuka salon sederhana dengan tarif sangat murah.Temanku akhirnya bingung harus berbuat apa, "Gue gimana nih San?" "Yah, gimana ya?" saat itu hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut aku.

Seminggu sebelum aku pindah ke Jawa Timur untuk kuliah, temanku ini datang ke rumah dengan wajah tersenyum sambil membawa selembar kertas berwarna hijau "Lo baca nih San!" "Apaan nih?" lalu aku membacanya perlahan sambil menelaah apa isi secarik kertas itu."Lo mau jadi bintang film?hehe..." isi secarik kertas itu adalah penawaran dari sebuah agency pencari bakat yang sedang mencari calon-calon pemain sinetron muda yang nantinya akan diterbitkan menjadi pemain sinetron.

"Menurut lo, Gue ganteng ngga?" "Dibandingin Gue yang gendut, ya mending lo lah?" "Terus menurut lo kalo Gue daftar kira-kira diterima ngga ya?" "Lo kenapa ga nyoba aja?" "Gue pengen sih nyoba, itukan alamat agencynya deket masjid Nurul Huda?" "Yaudah lo coba aja Gue temenin deh gimana?" "Beneran lo San?" temanku ini langsung sumringah dan esoknya kita menuju rumah yang alamatnya tertera di kertas tersebut.

Singkat cerita kita berdua sudah berada di sebuah rumah sederhana dan bertemu seorang Bapak berusia sekitar 30 tahun. Dia bercerita panjang lebar kalo dia punya banyak teman produser dan sutradara yang siap menampung talenta-talenta muda untuk bermain sinetron. Anehnya saat itu Si Bapak nampaknya lebih banyak bertanya ke aku. "Jadi yang mau daftar siapa nih?" "Saya Pak!" temanku mantab menjawab. "Lo ngga daftar juga? Tampang kaya lo banyak dipake buat peran-peran lucu soalnya lo gendut." Si Bapak menunjuk aku tanpa bersalah "Ngga Pak dia aja, kalo saya cuman nemenin aja." "Beneran ngga mau main film?" "Ngga Pak, lagian saya juga mau kuliah di luar Kota." tapi hari itu perasaanku kurang enak ada yang mengganjal tapi aku hanya berfikir, ini untuk membantu temanku yang terus bersemangat untuk membahagiakan Ibunya yang marah karena dia gagal masuk STAN.

Akhirnya aku berpisah dengan temanku ini, kira-kira setahun kemudian saat liburan aku baru balik ke Jakarta dan bertemu dengannya. "Eh gimana yang waktu itu?" "Yang mana San?" "Lo ga jadi artis?hehe..." "Gila tuh San orangnya!" teman ku ini nyaris kena musibah fatal. Dia memang diajak ke sebuah lokasi tempat pengambilan sebuah film kolosal sama Bapak-bapak yang waktu itu kita bertemu di rumahnya. Singkat cerita dia disuruh menunggu siapa tau ada adegan yang memerlukan figuran maka dia akan dipakai. Ternyata temanku ini tidak sendirian, ada 2 orang lainnya yang juga menunggu sejak pagi hingga jam 11 malam tidak juga dipanggil untuk diajak main film. Sang Sutradara yang seorang Bapak-Bapak bertubuh gemuk menghampiri mereka "Wah sorry ya sampai jam segini ternyata ngga ada scene yang pake figuran?" begitu temanku menirukan perkataan si Sutradara. "Terus gimana lanjutannya?aku bertanya penasaran." Temanku bersama 2 orang lainnya diajak ke rumah Sutradara tersebut di daerah Cibubur dan katanya dikasih makan enak di sana. Waktu temanku pamit pulang si Sutradara bilang "Udah nginep aja udah jam segini, besok pagi diantar supir Gue dah?" saat itu memang sudah jam 1 pagi dan akhirnya mereka bertiga setuju. Mereka beserta Sutradara tidur di satu kasur dengan alasan sebenernya rumah itu cuma ngontrak aja karena rumah si Sutradara jauh dari lokasi syuting.Ga pake basa basi semua langsung tertidur lelap. Sekitar jam 3 pagi teman ku ini tidak sengaja terbangun karena kebelet pipis, dan dia sangat kaget karena ternyata si Sutradara sedang "menggerayangi" salah satu cowo yang bareng tidur bersama. Untungnya teman ku berada di pojok berbeda dengan si Sutradara sehingga dia tidak jadi "sasaran empuk" pertama si sutradara bejat ini.

"Terus lo jadi korban juga ngga?" "Ngga San, Gue sengaja tetep melek sampai jam 4.30 terus Gue pura-pura sholat terus Gue kabur lewat jendela." Teman ku ini selamat dari sutradara bejat."Lo ngga lapor sama polisi?lo kan tau tempatnya?Apa kita laporin Bapak-bapak yang ngenalin lo sama sutrada gila itu?" "Gue udah nemuin lagi San terus dia bilang ngga tau kalo Om Sutradara kaya gitu. Yaudah gue balik aja ngga mau diajak lagi." "Ah gila lo, nanti banyak korban lainnya?" "yang penting Gue selamet San." "Iya sih..." kita kembali bengong di bawah gazebo buatan Mas Bowo tetangga depan rumah.

"Lo mau ngapain lagi kalo kaya gitu?Gue cari kerjaan lain aja San yang aman. Kebetulan Om gue ada yang buka fitness terus temennya buka toko suplemen gue disuruh jadi pegawai gitu." "Ya bagus deh kalo gitu mulai dari awal dulu?" temanku akhirnya bekerja jadi pegawai di sebuah toko suplemen fitness di daerah Glodok. Seingatku dia 2 tahun bekerja di sana hingga akhirnya bisa membeli handphone murah dari hasil nabung dan kita jadi bisa SMS-an.

Lebaran Tahun 2007 aku pulang dan bertemu dengan teman ku ini. Dia sudah pindah rumah karena ternyata rumahnya yang dulu hanya mengontrak dan hampir 22 tahun kita temenan aku baru tu saat itu kalo teman ku hanya mengontrak di rumah sederhananya itu.

"Gimana, enak ngga tempat kerja lo?" "Gue sih asik aja San cuma serem juga." "Asik tapi serem gimana?" "Namanya toko suplemen fitness ada aja tante-tante sering goda kalo beli produk lebih minta ditemenin jalan makan malem." "Terus lo gimana?" "Kalo makan malem doang gue mau, tapi pada minta macem-macem najis dah! hahaha..." kita berdua tertawa. "Terus lo gimana?Gue mah kayanya niat pindah, udah 2 tahun Gue kerja gaji Gue ga naik-naik. Alasan dipromosiin tapi ga kejadin mulu." "Ow...terus ko lo jadi gede gini emang fitness lo?" "Kan Gue jualan suplemen fitness, jadi mau ga mau Gue harus tau produk sama manfaatnya. Terus Om Gue juga buka fitness jadi Gue kadang latihan juga, lumayan gratis." "Wah enak lo bisa gratis?" "Ya lumayan banget Gue bisa sehat terus bisa nasehatin yang pada fitness." temanku ini nampaknya masih tetap semangat mencari sumber hidup dengan bekerja halal dan mencoba menghindar dari godaan yang selalu hadir di depan mata. Pernah ada tante yang ingin membelikannya sebuah handphone tipe terbaru dan uang jajan 2 juta hanya untuk menemani jalan semalam tapi dia menolak. Aku pikir di Jakarta zaman sekarang masih ada orang polos seperti temanku ini. Akhirnya kita harus kembali berpisah karena aku harus menyelesaikan kuliah kembali.

Tahun 2008 aku menyelesaikan kuliahku telat setahun hehe...dan ketika aku kembali ke Jakarta nampaknya teman sekolahku dulu sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Saat aku coba menghubungi teman-teman ku melalui SMS hanya beberapa membalas dan ketika aku ajak ketemu untuk sekedar kangen-kangenan ternyata semua nampaknya sibuk.Lucunya ketika aku mulai kalut karena panik tidak ada teman buat share dan orang tuaku memburuku untuk secepatnya mencari pekerjaan, tiba-tiba di suatu sore temanku ini datang ke rumah dengan seperti biasa tersenyum bersemangat.

"Hey Pa kabar San?" begitu dia biasa menyapa pertama kali. "Baik-baik aja, gimana kerjaan lo?" "Gue mau keluar aja San, sekarang gue ikut MLM hasilnya lumayan." dalam hati gue bilang "Oh My Gosh, mungkin aku disuruh gabung juga ke MLM sama teman ku ini." tapi ternyata tidak sama sekali. "Lo mau cari kerjaan apa San?" "Lo ko bisa milih MLM daripada kerjaan lo sekarang?" "Haha bisa aja lo, Gue sih emang udah bosen aja di kerjaan Gue yang itu, kalo MLM mah buat nambah2 aja. Kemarin Gue abis dapet client lumayan jadi Gue punya tabungan sedikit kalo seandainya gue keluar cari kerjaan lain." Saat itu pikiran aku mulai terbuka. Temanku ini tidak takut mengambil resiko sedikitpun untuk keluar dari pekerjaannya. Selain itu temanku ini selalu punya persiapan untuk mengambil langkah satu step ke depan. Gila, Gue yang Sarjana ngga pernah punya pikiran kaya dia. hatiku kembali bergumam sendiri. Sejak saat itu aku kembali percaya diri melamar di setiap lowongan pekerjaan dengan sedikit memberi standar tapi tidak terlalu memilih. "Rencana lo ke depan apa San?" "Sementara gue cari kerjaan dulu aja biar ortu gue ga bawel." "Gue yakin lo dapet pekerjaan yang bagus San, lo kan Sarjana harus lebih bagus nasibnya dari gue." "Bisa aja lo, terus lo sendiri mau cari kerjaan apa?" "Gue sih sebenernya pengen usaha sendiri, kan banyak tuh jenis MLM sekarang, Gue mau coba semuanya. Tapi Gue juga pengen punya pekerjaan tetap buat cari modal. Suatu saat Gue pengen punya usaha sendiri San." "Mantab..."

Setelah itu temanku ini menghilang entah kemana. Tahun 2009 tepatnya saat Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, akhirnya teman-temanku dari kecil kembali berkumpul termasuk temanku itu. Kali ini temanku tersebut benar-benar mmberi kejutan bagi kita-kita yang seumuran. Oiya waktu itu aku alhamdulillah lulus tes CPNS dan akhirnya menjadi abdi negara di salah satu Kantor Kementerian. Nampaknya itu sebuah pekerjaan besar karena namanya juga sudah besar. Tapi tidak sebesar yang dianggap besar oleh orang-orang (dalam hal apapun) kecuali besarnya rasa banga ortu kepadaku. Itu saja sudah cukup.

"San, ini motor baru Gue." dia perkenalkan sebuah motor Vixion keluaran terbaru yang harganya sudah mencapai 18 juta waktu itu. "Wuih manteb lo?" "Kredit San hehe..." dia tersenyum bangga bukan malu. "Lo kerja apa sekarang?" hari itu lucunya aku dan teman-teman kecilku yang berjumlah 5 orang secara spontan mengadakan acara rujak party. Kita ke Pasar yang tidak jauh dari umah, kita membeli buah sendiri, gula merah dan bumbu lainnya. Teman ku membayar semua untuk acara tadi dan aku hanya terbengong saja seharusnya aku yang membayar semua itu tapi aku malah bingung. "Lo nggapapa beli semua?" "Ya itung-itung syukuran bisa ketemu temen-temen lagi San. Lagian kerjaan gue udah lumayan bagus." Aku pikir dia sudah menjadi manajer atau apa karena dalam waktu setahun sudah bisa kredit Motor Vixion itu sudah luar biasa. "Lo inget ngga lebaran kemarin gue bilang mau keluar dari kerjaan?Abis itu gue jadi pelayan di restoran Jepang. Gajinya lebih bagus, tapi majikannya ampun deh." "Gimana emang?" "Gimana ya, kita kan kerja satu tim, jadi walopun Gue udah kerja bener kalo ada satu orang aja salah langsung dimaki-maki semua." "Yang bener lo?wakakakaka..." spontan aku ketawa, tapi kemudian terdiam. "Dimaki-makinya keluar hewan kebon binatang San. Awalnya Gue biasa, tapi itu lama-lama makin kurang ajar. " "Oh..." "Padahal yang jadi manajer itu kaya cuman temen bos benerannya waktu kuliah yang ngga ngerti manajemen kerjaan yang penting tiap hari untung. Udah gitu tiap mau liburan minta duit mulu ke bendahara kalo ga ada yaudah dimaki-maki." "Terus?" "Yaudah Gue keluar lagi. Tapi sekarang kerjaan Gue ahamdulillah uda bagus." "Kerja apa nih Bos?" aku kira dia memang sudah jadi Bos di suatu tempat. "Gue jadi pelatih fitness San!" raut mukanya terlihat sangat bersemangat.

Pelatih Fiteness?hatiku kembali bertanya-tanya yang semakin tidak mengerti ko bisa? "Lo tau ngga San, tahun lalu kan gue ikut MLM obat Cina, terus gue juga pernah kerja di Toko Suplemen Fitness, terus Om gue punya usaha Fitness juga?jadi gue kombinasiin deh semuanya. Body gue jadi bagus gara-gara fitness gratis di tempat Om Gue, terus akirnya waktu temen Om Gue nyari trainer ya Gue daftar aja eh diterima. Lokasi fitnessnya di Mall yang strategis San." Temanku semakin bersemangat bercerita. "Emang gaji lo berapa jadi trainer sampe bisa beli motor Vixion?" "Itu dia San, gaji Gue kecil cuma 1,4 tapi kalo gue berhasil ajak orang jadi member fitness ya gue dapet tambahan. Gue telponin deh langganan gue waktu kerja di Toko Suplemen temasuk tante-tante genit hahahaha...Jadi gue banyak dape tambahan San."

Hari itu sambil memakan rujak buatan kita sendiri, aku pribadi seakan tidak peduli dengan perkataan teman ku padahal tidak. Ini seperti sebuah kisah di dalam novel yang belum tentu nyata. Ini seperti menonton selama 1 jam lebih dikit di dalam Sebuah Bioskop XXI. Ini seperti kisah-kisah para leader di beberapa seminar motivasi MLM yang pernah aku ikuti. Tapi ini benar-benar kejadian pada temanku. Aku kembali berpikir, betapa TUHAN juga senang memposisikan dirinya sebagai SANG MAHA SUTRADARA dalam klise-klise film perjalanan hidup teman kecilku.

Hari ini dia datang lagi. entah apa yang ada di benaknya tapi kali ini dia datang ke rumah dengan sepeda motor "laki-laki" terbaru miliknya seharga 40 jutaan yang aku tau. Awalnya aku enggan menemuinya karena setiap dia datang dia selalu menunjukkan sesuatu "kehebatan" yang telah dia raih.Tapi entah kenapa akhirnya aku menemui dia juga.

"Motor baru lo?" "Iya nih, Gue dipanas-panasin temen fitness Gue buat ambil nih motor baru." "Vixion lo kemana?" "Hahaha...Gue jadiin DP nih motor." "Gila lo, oiya denger-denger lo udah buka toko?" "Ya gitu San, Gue bareng Om Gue nyewa Toko jualan suplemen fitness. Lumayan lah buat sampingan." Tiba-tiba datang teman kecil ku yang lain. Tapi yang ini jauh berbeda. Dia suka mabok sewaktu sekolah, suka mencuri sendal tetangga untuk dijual, sekolahnya tidak selesai dan saat itu dia bilang baru saja sembuh dari sakit Typhus sehingga badannya kurus kering tidak seperti teman ku yang seorang trainer fitness.

"Motor lo nih?" tanya teman ku yang baru datang. "Ngga ko minjem punya orang." "Lo ngapain beli motor mahal kaya gini mending beli mobil aja udah dapet yang bagus." "Iya sih, tapi bikin macet aja males Gue. Lo ko kurus banget gitu?" "Iya Gue abis sakit sebulan di Rumah Sakit. Badan lo bagus kaya gitu gimana caranya?" "Iya Gue fitness, oiya tuh rokok ngga sehat pantes aja lo kurus. Jangan lupa minum air putih yang banyak ya?" perbincangan ringan di sore itupun semakin membuat Aku kagum sama teman kecilku ini. Dia tidak pernah banyak bicara. Di satu waktu dia menceritakan tentang sebuah cita-cita, di waktu kemudian dia tiba-tiba hadir dengan menunjukkan kenyataan dari cita-citanya dulu kemudian dia kembali menceritakan tentang cita-citanya. Aku mulai berfikir, mengapa temanku ini tidak pernah sekalipun mengeluh di hadapanku?Kalo memang demikian, mungkin saat ini aku harus menghilangkan rasa keluh kesahku yang selama ini membelengguku sehingga aku tidak pernah lebih maju dari temanku ini.

Terima Kasih Bung Rendi untuk motivasi yang tidak pernah berwujud namun nyata. Gue akan lebih sukses dari Lo suatu hari nanti. Ini cita-cita Gue hari ini dan suatu saat Gue yang akan main ke rumah Lo dengan membawa wujud nyata dari cita-cita Gue sekarang.


Jakarta, 7 Maret 2010
Pkl. 23.01 di dalam sebuah warnet di belakang Rumah Sakit Harapan Kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar