Selasa, 06 Desember 2011

Logika Pagi

Logika Pagi


Ketika datang dan kita sadari
Ketika malam dilalui tanpa henti
Ketika hidup berputar, berkeliling dan semaunya
Ketika sinar kadang redup kadang membimbing

Sadarnya pasti tinggal hitung waktu berdetak
Hari berlalu dan semakin kencang berlari
Jika cepat adalah kata yang tepat
dan sesal terhindar karena mata yang membelalak

Logika pagi dengan segala yang cerah-cerah
Membawa hati memilih yang tepat tuk melangkah
Bersama jiwa-jiwa yang rasa yang berpenjar
Kepastian tak lagi dapat terelakkan

Kamu..kamu..kamu dan kamu..

Jangan letih, terus berlari dan tebar sinarnya

Biar hati mainkan sisanya.

Minggu, 27 November 2011

Si Tabu



Ketika kau laru
Dalam setiap hembus di telinga
Ketika kau ragu
Maka diam dan nikmatilah
Duuu..didadidum...

Haha...ngga tahan buat nulis tema yang satu ini. Memang nggak akan pernah habis ide atau bahkan tidak sengaja bertemu dengan tema yang universal ini.

Jadi...ini memang sudah pagi di Pusat Jakarta, jam di layar PC menunjukkan angka 0:24 dan nanti sekitar 4 jam dari sekarang aku harus bergegas ke bandara sekedar untuk menularkan racun-racun yang sudah kita racik bersama.
Jam segini perut tak bisa diajak kompromi padahal sore sudah makan semangkok mie goreng dan segelas besar es susu soda. Hasshh..terpaksa nyebrang gedung bareng teman mencari kira-kira ada yang bisa mengganjal perut.

Ketemulah tukang nasi goreng gila dan segera memesan kemudian mencari tempat duduk seadanya di pinggiran taman yang cukup terkenal di Jakarta ini. Lokasinya strategis...terlalu strategis sehingga meskipun sudah pukul 23.45 tadi, masih banyak terlihat pasangan muda-mudi asik duduk di pinggir air mancur dan si mudi menyenderkan kepalanya di bahu si muda, hahaha...
Sialnya gue yang mau menikmati sepiring nasi goreng gila harus ikhlas menerima orang di sebelah gue adalah teman kerja dengan jenis kelamin yang sama *tepokjidat

Gue kira si Om blablabla nggak tertarik melihat pemandangan orang pacaran, eh ternyata topik pembicaraan dari awal duduk di atas aspal di pinggir taman sampai kembali ke ruangan pembicaraannya malah nggak jauh dari situ. Tambah asyin lah gue malam ini.
"Gue jadi inget dulu pacaran di situ tuh San." sambil menunjuk kursi panjang di bawah pohon besar.

"Oo..." gue nggak mau nanggepin serius.
"Awalnya sih enak, duduk trus pesen makan..minum sambil ngobrol sampe malem." Om kembali melanjutkan pembicaraan.
"Wah enak dong Om?" kembali menjawab singkat.
"Ya gitu deh, tapi akhirnya pasti berantem sampe diliatin orang. Kalo inget lagi gue jadi malu sendiri, hahaha..." Om blablabla hanya menatap kosong ke depan.

Sumpah gue nggak senep sama cerita itu sampai akhirnya gue mengeluarkan pertanyaan yang nggak disengaja.

"Emang tahun berapa tuh Om pacarannya?" tampang gue polos.
"Ya belom lama itu sekitar tahun 2009 kemarin." Om menjawab sambil memasukkan nasi goreng gila ke mulutnya.

Wait...tahun 2009 kenapa masih suasana pacaran padahal si Om udah punya 3 anak mana udah ada yang kerja pula.

"Jadi tuh gue berantem gara-gara gue di duain. Awalnya gue nggak tau udah di duain sama pacar gue sampe suatu hari gue telpon nggak diangkat-angkat akhirnya gue samperin ke rumahnya baru ketahuan dia lagi selingkuh telpon pacarnya yang lain." Om semangat membara menceritakan pengalamannya diselingkuhin pacarnya.

Oke...gue hanya akan melanjutkan dengan pertanyaan I think we have to stop this conversation or i've to keep your big secret which i'm not interested to know it more.

Aslinya gue udah tau kalo si Om blablabla punya pacar di kantor yang notabenenya adalah pekerja kontrak dan cerita ini sudah tersebar di seluruh antero ruang kantor bagian sayap kiri ke belakang. Awalnya gue hanya anggap becandaan hingga akhirnya gue denger sendiri dari ybs.
Kadanga gue nggak mau terlalu mendalami membicarakan masalah satu kata tabu yang diulang tiga hingga empat kali dalam sekali percakapan. Pengalaman gue nggak semanis yang mereka rasakan berbicara tentang yang satu ini. Sebenernya gue bukan korban, gue pernah diselingkuhin oke, tapi gue nyantai aja waktu itu karena gue punya banyak teman yang lebih menyenangkan dibandingkan harus mengurus satu wanita, nganterin ke mall, salon, makan di resto favourite dengan menu kesukaan yang harus dipaksakan untuk disamaian tiap memesan makanan. Di lain hal, gue suka membantu teman-teman menyelesaikan permasalahan mereka terkait hal yang satu ini walaupun nggak semua berhasil sesuai yang diharapkan.

Puluhan atau bahkan ratusan kejadian yang melibatkan kata tabu yang satu ini sejak gue duduk di bangku Sekolah Dasar,

pertama, waktu SD gue harus duduk sama cewe yang dimana cewe tersebut adalah pacar dari jagoan sekolah saat itu dan si jagoan sekolah pernah datang ke meja gue dan bilang sambil nunjukkin telunjuk ke idung gue kemudian bilang "Lo harus jagain pacar gue, awas kalo dia sampe kenapa-kenapa." Oke gue jagain, gue rapihin kertas file koleksinya, gue hibur kalo dia lagi berantem sama si jagoan, gue bantuin buat tugas, gue temenin ngobrol tiap pulang sekolah kalo supirnya belum dateng dan akhirnya...si cewe malah nembak gue di saat jam pelajaran lagi serius yang akhirnya temen di meja belakang gue denger kemudian melapor sama si jagoan. Terpaksa gue harus jadi patung tiap si cewe ngajak ngobrol atau gue siap nerima boegm mentah.
kedua, SMP kelas 3 gue mau masuk kelompok cewe-cewe gokil dengan tidak memaksakan pribadi gue berubah layaknya cewe, mereka menerima hingga akhirnya gue dipaksa menyebutkan cewe yang gue taksir padahal saat itu bener-bener blank dan memang nggak ada yang lagi ditaksir. Karena dipaksa harus menyebutkan akhirnya sembarang cap cip cup gue pilih cewe putih dari kelas 3 C kemudian gue dipaksa nembak dan gue tembak saat itu juga. Gue ditolak nggak diterima juga nggak hingga kelas 2 SMA gue kembali bertemu si cewek dan si cewek ngatain gue macem-macem kemudian keluar kalimat sakti "Lo jadi cowo jangan pernah mainin perasaan cewe lagi! Lo nembak gue berulang kali tapi lo nggak pernah nanyain jawaban dari gue apa? Maksud lo apa mainin gue kaya gitu?" Intinya si cewe udah mau jawab "tembakan" gue tapi malah gue yang nggak pernah ngurusin apa jawaban dia. Akhirnya keluar gosip gue penjahat kelamin, suka mainin cewe dan blablabla...maka rusaklah nama baik gue.

ketiga, kelas 3 SMA saat semua murid bingung mencari pasangan karena sudah mau lulus dan mencari momen berkesan di sekolah. Tiba-tiba seorang wanita yang notabenenya adalah temen main dari kelas 2, SMS gue kemudian menanyakan apakah ada cewe yang lagi gue taksir? Kali ini gue bilang dengan spontan kalo yang gue taksir justru cewe yang SMS gue itu,padahal gue jawab itu sambil ngantuk karena udah tengah malem dan 3 hari setelahnya justru gue dipaksa nembak itu cewe dan sekali lagi ke-isengan gue berbuah manis, karena "tembakan" gue diterima dengan dada terbuka (cesored). You know what? adik kelas yang gue incar dari awal tahun dan rencananya akan gue "tembak" setelah acara Bulan Bahasa di sekolah, mengetahui perihal jadian gue yang sangat tidak disengaja kemudian SMS di suatu malam dan bilang "Ka, aku anggap Kaka kaya Kaka kandung aku sendiri aja ya?" Gue yang tangannya gemetar membaca SMS kaya gitu akhirnya pasrah dan membalas SMS maksa juga "Iya gapapa gue juga seneng punya adik yang cantik, pinter, sexy, gaul, jago olahraga, anak tunggal..." dan blablabla lainnya yang intinya...sebenenrnya gue berharap dia yang jadi pacar gue :(

itu cuma tiga contoh dari pengalaman gue dengan satu kata tabu itu tapi setelah mendengar cerita si Om, ternyata kisah gue ini belum seberapa. Om sekali lagi sudah punya istri dan 3 orang anak tapi dia tidak canggung untuk menceritakan pengalamannya berpacaran dengan orang sekantor. Ini memang jadi tidak benar dari satu sisi kaca mata tapi gue pikir kenapa harus jadi begitu dipusingkan?

Orang bilang pernikahan itu sakral dan hanya berlaku sekali untuk seumur hidup, oke gue setuju. Gue juga akan berbuat seperti itu setelah gue menikah, tapi lo semua harus melihat fakta di lapangan.

Sepasang artis senior akhirnya bercerai dengan alsan si artis pria menemukan cinta sejatinya sejak zaman sekolah, kemudian apa kita akan berkata "Ngapain lo kawinin istri lo kalo hati lo buat wanita lain?" itu bukan hak kita kawan.

Atau ada cerita lain, seorang bapak-bapak dipukulin anaknya karena ketahuan akan menikah lagi dengan wanita lain. Apa ini juga menjadi tanggung jawab kita untuk mengatakan kepada si Bapak bahwa itu tidak benar?

Gue mungkin akan menerima banyak cercaan melalui pendapat gue ini, tapi gue hanya meminta pengertian kepada semua orang di jagad raya entah itu pemuja aliran jender atau bahkan aliran ekstrimis feminisme yang menganggap sebuah pernikahan adalah dera bagi si wanita sehingga akhirnya memilih untuk tidak menikah seumur hidup bahwa, "biarkan si tabu itu memainkan perannya."

Udah banyak yang bilang kalo "si tabu" ini membuat hidup kita seakan terbang melayang, membuat semua menjadi hambar dan sebagainya, itu memang kekuatan "si tabu" dan siapa yang dapat melarangnya?
Bayangkan ketika seorang dosen bermain dengan "si tabu" kemudian akhirnya menjalani hidup dengan mahasiswanya, bayangkan ketika seorang guru ngaji akhirnya menikah dengan santrinya, bayangkan ketika seorang tuan menikah dengan pembantunya dan bayangkan ketika suatu hari aku menikah dengan seorang wanita yang aku sendiri akan seperti apa walopun saat ini aku juga punya teman wanita, bayangkan apa kalian mampu untuk menghalangi "si tabu" memainkan perannya?

Ini zaman sudah edan, tapi jangan kita menjadi lebih edan karena harus mengikuti kemana "si tabu" melangkah dan bermain peran. Tiada melihat usia, tiada melihat status, tiada melihat kedudukan maka "si tabu" akan menyerangmu secara bertubi-tubi hingga kau tidak bisa merasakan nikmatnya kuah mie Jawa, atau sushi dengan washabinya yang semriwing, atau merasakan efek dahsyat dari makan sate kambing sunda kelapa?

Ini gila kawan, ini lebih dahsyat dari bom Hiroshima dan Nagasaki, ini bisa menjadi momentum menyatukan manusia di se-antero jagad bumi. Ini bisa membuat frankenstein bangkit kembali dari tidurnya. Tapi kenapa kita tidak pernah membiarkan "si tabu" sedikit bebad bergerak.


Maka dengan ini saya hanya ingin mengatakan, 

tutup matamu, hirup udara sedalam-dalamnya, biarkan si tabu menari-nari dan menembus dinding-dinding hati, karena mulai malam ini adalah saat yang tepat untuk kita

B.E.R.C.I.N.T.A



Sunday, 01:25 AM

Kamis, 24 November 2011

Karena lo Ingin yang Itu...



Ketika kamu ingin berbelok ke kiri,
maka pastikan, kiri itulah yang kau inginkan.
Bukan karena Ibu mu yang meminta,
Tapi karena hatimu yang memberi marka.


 Kencangkan sabuk pengamanmu karena sebentar lagi kita akan meluncur, jangan pejamkan mata karena membaca ini kupastikan ini bukan sekedar bermain di dalam sebuah wahana...



READY....


klik klok klik klok apakah ini bunyi detik jam pada umumnya? Bukan, ini adalah bunyi hitungan waktu yang mendadak mempercepat langkahnya di dalam kehidupanku akhir tahun ini. Ya, semua dihadapkan pada kondisi dimana kamu tidak boleh mengambil jalur lain dengan sekedar melewati beberapa wahana kehidupan yang justru kamu harus hadapi.

Contoh sederhana, suatu hari tidak beberapa hari di dalam minggu ini aku dan beberapa kerabat kerja harus mempersiapkan sebuah konsep memperbaiki tata nilai kehidupan yang mencorat-coret atau malah memorat-maritkan kehidupan di negeri ini. Jauh dari sombongya ucapanku tadi, pada dasarnya siapa yang ingin menghadapi hal seperti ini? 

Semisal kamu mengajak pacar, istri atau bahkan Ibumu sendiri berbelanja di sebuah Mall yang menawarkan bermacam diskon dengan pembayaran yang sederhana pula (nggak bisa bayar cash, lo boleh gesek tuh kartu!). Masalahnya lo tau barang-barang yang dijual dengan berbagai macam diskon itu justru akan membuat wanita-wanita yang lo sayangi itu akan terjebak pada hal yang sia-sia, barang sudah ada di rumah, tidak mungkin terpakai lama atau lebih tepatnya hanya menarik jika ditempatkan atau dikenakan oleh patung peraga di mall itu sendiri. Kalo lo menghadapi kondisi seperti itu apa yang akan lo lakukan? Benerkah lo akan diam dengan perkiraan bahwa lo akan membahagiakan wanita yang lo sayang itu?

Sekali lagi itu hanya perumpamaan kegiatan yang gue lakuin di kantor hingga gue harus melihat secercah fajar di keesokan harinya. Pulang di hari selanjutnya dan harus kembali ke ruang aktifitas tidak berselang waktu selanjutnya. Banyak yang bilang Dulu hal yang kaya' gini udah biasa, malah hampir tiap hari di akhir tahun. Sori gue hanya mau bilang "Itu derita lo, Cyiinnn..."

Wait...i have to tell you sumthin, i write this blog when i listen to Coldplay's Song cold "Shiver" 
Okey lanjut, nih ya...kalo yang lalu gue bilang lo harus punya skenario sendiri dalam menjalani hidup karena lo tidak boleh hanya menjadi bagian dalam skenario kehidupan orang lain, maka kali ini gue kasih clue selanjutnya (Criinngg...) Sotoy marotoy gue kumat.

Ini serius karena akan sangat menyenangkan...Sekali lagi gue harus menjalankan 15 jam hidup gue di satu lokasi bertajuk "Tempat mengais rezeki" bukan karena seseorang membuat gue harus tinggal, atau lebih picik lagi untuk mendapat penghargaan dari orang lain, atau lebih jijay lagi karena gue ingin menunjukkan sesuatu ke seseorang yang disebut B-O-S, tapi gue pastikan gue melakukan ini karena gue senang.

Gue tersenyum selalu menghabiskan 15 jam gue itu dan coba tebak apa yang terjadi? Gue benerang ngerasa ringaaaaaaaannnn... banged.

Hidup penuh persaingan, okey nggak ada penolakan buat hal yang satu itu. Tapi apa iya kita harus menghadapi persaingan dengan wajah yang seakan kita menahan sesuatu di organ pencernaan kita? Atau kita harus memicingkan mata tiap-tiap ada orang yang mendekat kepada kita kemudian hati usil menyinggung Hmmm...ngapain nih orang deket-deket gue jangan-jangan pengen tau rahasia wajah gue yang selalu kinclong. Lo akan capek menjalani sisa hidup lo ini dengan terus berprasangka dan berasumsi tanpa ada hasil yang akan lo dapet kecuali muka lo tiba-tiba permanen tampang judes terus.


Enjoy...itu kuncinya. Lo misalkan tanpa sadar udah gede trus bilang... "Oke nama gue Ahmed, umur gue 26 tahun dan agama gue Islam." orang di depan lo tiba-tiba nanya "Ahmed, kenapa lo memilih Islam sebagai agama lo?"

Dengan polosnya gue menjawab..."Eee...karena gue nggak pernah denger nama Ahmed agamanya Kristen Ortodok." maka dengan jawaban ini otomatis IQ lo akan dikasih score 79 sama mahasiswa jurusan Psikolog.

Tapi gimana juga kalo gue bilang, "Gue Islam, karena gue memilih." ngga usah ditambahin embel-embel apa lagi orang juga udah mahfum trus ngeloyor pergi tuh yang nawarin aliran kepercayaan sama batu kali misalkan.

Sedih ngga sih lo denger motivator-motivator bilang dengan kepala rada godeg-godeg "Jika kalian merasa tidak nyaman bekerja di sebuah tempat yang Bos-nya seenaknya puser sendiri, rekan-rekan kerja bekerja semaunya tanpa memperdulikan target kinerja, OB di kantor malas dimintain tolong beliin makanan saat jam istirahat siang, maka sudah saatnya anda menentukan sikap untuk bertahan atau keluar dan mencari pekerjaan lain." Kalo yang nanya karyawan biasa mending, kalo yang nanya itu hanya lulusan SMA yang berkesempatan berkarier di perusahaan minyak internasional yang kerjanya sesuai hobi, misalkan menggambar rangka pipa-pipa kilang minyak dan digaji 35 juta per-bulan dan fasilitas rumah dan mobil pribadi plus bonus akhir tahun sampai 200 juta trus tiba-tiba keluar dan harus susah payah lagi nyari kerjaan di dalam negeri yang selalu mensyaratkan minimal lulusan S1 untuk dapat bekerja di sebuah perusahaan dengan gaji awal 1,8 juta trus itu si motivator mau kasih honornya manggung buat gantiin beda gaji yang diperoleh sama itu orang apa?
Damn...kok ya gitu-gitu amat hidup harus dengerin orang yang kenal juga ngga, temen bokap nyokap juga bukan, kasih makan juga ngga pernah eh ngasih pendapat ke orang lain.

Kalo menurut gue ketika gue mau berjalan ke depan rumah itu karena memang gue yang ingin berjalan ke depan rumah bukan karena ada dorongan dari yang lain. Kalo memang harus ke luar rumah karena mau berangkat ke kantor gimana? Maka kita cari target yang lebih jauh lagi misalkan, gue ke kantor oleh karena itu harus keluar rumah terlebih dahulu dan gue akan mendapat sesuatu yang lebih. Pemandangan mba-mba yang cantik lagi di halte busway misalkan atau apalah yang lain yang penting memang itu karena keluar dari diri kita sendiri.

Gimana dengan pendapat, Omongan orang tua harus dipatuhi! Oke gue setuju sangat, karena kalo ngga bisa kualat jadi orang susah lo nantinya. Tapi lo harus denger kisah temennya sepupu gue. Namanya gue lupa yang pasti ini orang ngga lulus SMA, dulu kerjaannya tawuran, nyuri duit orang tua buat mabok, nyolong kunci mobil bokapnya buat ke tempat dugem dan sebagainya. Lo pikir bagaimana nasib ini orang saat ini? Tetap blangsak kah? Tidak kawan-kawan, orang ini sekarang jadi pengusaha sukses dengan harta milyaran. Alah itumah karena ada warisan dari orang tua kali? Ngga gitu juga, orang tua dia boleh tajir tapi bokapnya ngga akan kasih duit kalo anaknya berantakan kaya gitu.

Kalian mau tau jawabannya? Jawabannya sederhana, ini orang dari kecil patuh banget sama Ibu-nya. Udah itu aja jawabannya titik. Ngga perlu ditanyain lagi ko bisa dan macem-macem, tapi kodrat yang satu ini sifatnya wajib dipercaya. Lo patuh dan nurut sama Ibu lo maka jaminan hidup lo akan bahagia. Jadi hanya satu hal inilah yang membuat lo harus berfikir dua kali kalo Ibu lo menyuruh ke kanan tapi lo maunya ke kiri. Kita memang punya hati yang jadi patokan dalam bertindak, tapi ridhonya ortu itu ridhonya Allah SWT juga. Selebihnya itu, lo bisa jalanin hidup lo sesuka puser lo sendiri.

Lo boleh godain anak tetangga yang tiap pagi jogging keliling kampung, lo boleh nonton bola ngga pake karcis tapi bayar sama petugas yang jaga pintu masuk, lo boleh sehari masuk kerja sehari bolos, lo boleh coret-coret tembok sekolah atau kampus atau kantor lo sekarang, asal hati lo udah punya jawaban atas apa yang lo lakuin saat itu.

Jadi pesen gue, hidup lo harus penuh dengan tindakan yang menyenangkan dan memang karena itu yang lo mau. Tapi inget, patuh sama perintah ortu terutama Ibu lo adalah suatu keharusan, menentang berarti sekedar mempertanyakan maksud dan tujuan diberikannya perintah, dan bukan sebagai keputusan dalam bertindak.

Selasa, 01 November 2011

Aku dan Perspektif Pikiran Sempitku...



I don't care about tomorrow
Cause I'll make today the most perfect day


Lo pernah ngga melakukan sesuatu yang ngga pake banyak pemikiran? Ya seperti yang sedang gue lakuin sekarang, nulis Blog ngga pake mikir, ngga pake khawatir ngga akan dibaca orang lain, ngga peduli apa yang gue ketik di meja kerja gue atau yang pasti sebentar lupa kalo tugas gue sebenernya numpuk banget termasuk ngumpulin KUM buat kenaikan golongan.
Lo harus lakuin apa yang sedang gue lakuin sekarang, pasang musik kesukaan lo pake earphone sekencangnya kalo perlu volume paling tinggi, kalo gue sekarang sambil dengerin lagunya Coldplay yang berjudul " Every teardrop is a waterfall" (kira-kira betul ngga ya tulisannya? eits...atrurannya jelas ngga usah perduli akan kesalahan penulisan ya toh?


Hahaha...sumpah gue bersemangat banget, tapi gue sekedar berbagi tips sama lo nih...bukannya sotoy  atau waktu kuliah banyak orang ngatain gue Siomay  alias Sotoy Many hehehe...tips gue sederhana aja dalam memulai hari, lo tuh harusnya setiap pagi bangun tidur langsung berdoa terus tersenyum ikhlas selebar-lebarnya di depan cermin di kamar lo. Gue udah melakukan hal ini dari zaman dulu kuliah. Lo bisa cek ke semua temen-temen gue baik di kantor maupun temen sepermainan kalo gue akan selalu ceria setiap harinya. Lo akan mendapat senyum gratis dari gue meskipun baru pertama kali ketemu.

Senyum tuh bisa buat segalanya menjadi lebih baik, tidak memperbaiki seluruhnya tapi gue pastikan senyum akan membuat segalanya menjadi lebih baik. Contoh nih ya...Minggu kemarin orang kantor nelpon gue siang-siang curhat masalah reimburse ban mobil kantor yang bocor ngga beres-beres, bukan masalah ban sebenernya, tapi masalahnya gue lagi tugas di luar kota ditelepon cuma gara-gara ban mobil kantor ngga bisa direimburse karena toko tempat beli ban ngga punya NPWP (parah ngga tuh?). Tapi sebenernya ada duit gue juga waktu beli ban itu jadi ya mau ngga mau gue usahain juga.
Trus kan gue tanya masalahnya ada dimana, dibilang ada ibu-ibu yang ngomel-ngomel waktu diminta surat tagihan pajak sama NPWP katanya ngga mau kasih lah, nuduh kita mau mark-up (yaelah emang ban mobil maksimal mark up bisa sampe berapa ya?serius banget kaya bahas Nazarudin). Oke ternyata masalahnya itu di bagian umum kasih tau proses pertanggungjawabannya setengah-setengah, walhasil proses jadi terhambat dan temen-temen di ruangan trauma balik ke toko ban karena udah kena semprot yang jual sebelumnya. Walhasil gue berdoa bagi Bapak-bapak yang ngasih informasi setengah-setengah semoga ngga pernah ngalamin waktu lagi BAB tiba-tiba ada kebakaran, wakakakaka....otak gue lagi eror.

Trus akhirnya gue turun tangan ke toko ban-nya lagi dan gue ketemu sama ibu-ibu yang marah-marah itu kebetulan ternyata cashier di toko ban itu. Gue lihat kondisi sekitar cari penyebab kenapa nih si Ibu ko jutek banget...sebenernya juga bukan ibu-ibu banget paling umurnya 29-30 tapi memang terlihat lebih tua karena kondisi di sekitarnya adalah cowok-cowok yang hidupnya ngga jauh dari mesin mobil, ban mobil, alat dongkrak mobil segede gaban, oli menempel di seluruh badan bahkan muka dan sebagainya.
Baru masuk si Ibu udah jutek bilang "Ini yang tanya NPWP ya? ngga ada!"
Gue bilang, "Bu, masa perusahaan ngga ada NPWP berarti ilegal donk?"
Si Ibu menjawab "Ada, tapi gue harus tanya sama si bos dulu nah si bos itu lagi uring-uringan gue males banget lo pake kesini segala lagi!" sambil ngacak-ngacak rambut dan matanya terlihat memerah menahan sesuatu.

Tuh kan, memang selalu ada yang tersimpan dalam setiap kemarahan...Terkadang orang marah itu disebabkan beberapa hal yaitu:
1. Marah karena imbas dari kemarahan orang lain
2. Marah karena rasa khawatir yang begitu besar akan terjadi sesuatu yang belum tentu terjadi
3. Marah karena menutupi kesalahan yang telah dia perbuat sendiri
4. Marah karena memang sedang ingin marah tanpa alasan jelas

But you know what ? sekali lagi gue pake jurus senyum....lo harus percaya sama yang satu ini. Gue tersenyum sama Ibu-ibu yang tadi marah trus bilang..."Bu, Ibu takut ya sama bosnya?" dan si Ibu langsung menjawab "Ya takutlah, si bos tuh kalo lagi marah suka kasar ngomongnya!" trus sekali lagi gue tersenyum dan bilang "Oke Bu gini aja, bilang sama si bos saya mau bicara sama dia." "Tapi gue takut tau ngga sih lo?"

Di posisi seperti ini jangan sekali-kali membuat orang yang takut semakin tertekan. Buat orang tersebut merasa nyaman dan yakinkan mereka kalo semua akan baik-baik saja. Padahal gue sendiri ngga yakin kalo si bos akan baik-baik aja waktu dipanggil si Ibu, wakakakaka...
"Oke gue masuk sebentar ya." si Ibu sambil komat-kamit minimal berdoa supaya ngga dilempar sepatu sama si Bos. 
Tidak selang beberapa lama si Bos keluar dari ruangan.
"Mas, memang kita ngga ada NPWP perusahaan adanya NPWP punya saya sendiri biar bayar pajaknya ngga mahal karena ada biaya pajak korporasi."

Nah...ternyata si Bos marah karena masuk ke kategori penyebab orang marah yang ke 3 (cape' deh...) Bos itu juga sedang menutupi rasa bersalahnya karena dia berbuat curang. Kebetulan gue yang notabenenya adalah dari pemerintah makannya buat dia bertambah parno. Satu masalah terselesaikan karena gue berhasil ketemu dan ngobrol langsung sama si Bos, tapi resikonya reimburse uang ban bisa gagal ditarik karena ngga ada NPWP perusahaan tempat gue beli ban. (see...yang penting ada hasil positifnya?ngeles mulu kan jadinya?wakakakaka...)

Oke skip...

Jadi sekali lagi tentang "berbuat semaunya" itu memang bisa membuat hati lega, gembira luar biasa (agak lebay) dan juga bisa membuat pikiran menjadi PLOOOONG....!

Baru 2 minggu yang lalu gue nonton acara TV yang menceritakan para pengidap HIV AIDS berprestasi di tingkat dunia pada acara pertandingan sepakbola setingkat World Cup tapi bagi para pengidap HIV AIDS. Nah lucunya hari minggu gue nonton tuh acara, hari Selasanya gue rapat di salah satu Hotel di Jakarta Pusat malah gue ketemu sama tim sepakbola pengidap HIV AIDS tersebut termasuk si kapten yang berhasil membuat panti rehabilitasi para pecandu narkoba dan rumah singgah bagi para pengidap HIV AIDS.

Awalnya gue lagi makan siang trus si kapten jalan selengean di depan meja gue. Rambut mohawk, celana pendek, badan penuh tato sampe ke leher segala, anting, kalung, sambil bawa piring mau nambah makanan. Gue pikir Yaelah ini hotel bukan warteg yang kalo mau nambah piringnya dikasih sama mba-mba yang jaga warteg. Tapi waktu gue sadar dia itu si kapten yang gue ceritain tadi langsung waktu tuh orang balik dari ambil makan, gue sapa sambil berdiri.

"Bang Ginan ya?" SKSD maha dahsyat gue ngga ngurus.
"Eh, iya Mas..." 
Gue bener-bener shock  begitu si Ginan (nama si kapten) kasih senyum yang gue pikir bener-bener ikhlas keluar dari hatinya dia (you can feel the diffrent, i'm sure that)
"Bang sama siapa? Gue lihat lo kemarin di TV sumpah gue salut banget. Semangat ya Bang!" Gue ngga abis pikir, orang udah terkena HIV AIDS masih berprestasi di tingkat internasional mengharumkan nama bangsa, masih semangat berjalan dari Bandung ke Jakarta (di TV si Ginan punya nazar akan berjalan kaki dari Bandung ke Jakarta kalo ada donatur yang mau membantu dana buat dia dan tim bolanya berangkat ke Prancis buat mengikuti kompetisi sepakbola tingkat dunia bagi para penderita HIV AIDS) dan yang ngga kalah pentingnya Ginan tetap menebarkan senyum bagi setiap orang yang menyapa atau yang dia sapa.
Anjrot gue pikir...gue aja yang masih sehat (Insya Allah) kadang ngga bisa senyum lebar nan ikhlas kalo ketemu orang yang baru kenal, ini Ginan penderita HIV AIDS yang kata orang hidupnya ngga lama lagi kasih gue senyum yang lebar dan penuh semangat padahal gue juga baru kenal di situ dan itu juga karena SKSD. Orang macam apa gue kalo kaya gini?

So...gue pikir si Ginan ini bukan dia suka berbuat seenaknya ngga pake pikiran, tapi lo bayangin penderita HIV AIDS bisa mengenyampingkan beban pikirannya akan penyakit yang dia derita atau bahkan berita-berita kematian yang semakin mendekati yang disebarkan oleh orang-orang SOK TAU di sekitar dia tapi hari itu gue lihat si penderita HIV/AIDS ini menunjukan nothing's wrong with my life, i just enjoying it dan gue cuma bisa bilang Lo gila Nan...di dalam hati gue.

Ngga cuma saat di restoran, malah waktu gue pulang dari hotel lagi nunggu taksi di lobby, si Ginan yang kebetulan juga naik taksi bareng temen-temennya malah nyamperin gue, pamit mau pulang duluan (sumpah pengen rasanya gue jedot-jedotin kepala ke tembok, ini yang pantes disebut sebagai manusia).

Jadi hidup itu apa sih? Sekedar pusing memikirkan yang dikatakan orang lain terhadap apa yang lo lakukan? Marah karena sesuatu yang dikhawatirkan secara berlebihan atau sekedar menutup keurangan diri? atau hanya menjadi bagian dari rencana orang lain tanpa punya rencana bagi diri sendiri?

Come on phal....lo harus rubah pola pikir lo mulai dari sekarang. Gue ngga menyuruh lo jadi seorang enterpreuner atau pebisnis ulung, gue ngga menyalahkan lo yang sudah memutuskan menjalankan hidup di bidang seni atau bahkan ada sebagian dari kita yang lebih memilih bekerja sebagai abdi negara (termasuk gue, wakakaka...). Gue cuma kasian kalo hidup kita dijalani tanpa ada kebahagiaan dari apa yang kita jalani. Gue cuma pengen bilang kalo lo punya pacar yang mengecewakan dan selalu membuat lo sedih maka cepet putusin dan cari pacar yang lain. Gue cuma bilang kalo bos lo di kantor hanya membuat lo seakan berada di dalam mimpi buruk yang ngga pernah tau kapan pagi akan menjelang, untuk segera menyatakan sikap tetap berada di dalam lingkup pekerjaan namun tegas menolak untuk selalu berada di dalam penindasan atau putuskan segera untuk mencari pekerjaan lain.

Sekali lagi gue cuma mau bilang...hidup itu bukan sekedar mencoret angka yang ada di tiap lembar tanggalan.  


Behind my desk
(kala hati penuh energi)



Rabu, 28 September 2011

Selamatkan Waktumu Kawan...


Break it...!

Sometimes kita sangat menikmati pekerjaan yang sedang kita geluti, karir yang sedang kita titi untuk menjadi lebih baik dan juga pendapatan yang kita nikmati dengan cap di kepala bertuliskan "Ini hasil kerja keras gue dan gue berhak untuk menikmati." Oke, itu ga salah, 120% ga ada yang salah dengan opini seperti itu dan gue pun pernah mengeluarkan kata-kata seperti itu. But guess what...?

Gue merasakan ada misstrack yang gue baru sadar di weekend kemarin setelah hampir 3 tahun gue kerja kantoran.

Kejadiannya sederhana, Sabtu-Minggu kemarin ada perubahan schedule rapat yang entah apa alasannya dilaksanakan di luar jam kantor. Bagi sebagian temen di kantor bilang mereka juga pernah mengalami hal serupa bahkan tidak hanya sekali-dua kali. Tapi gue pikir ini totally freak karena walaupun jadwal di akhir tahun menumpuk kenapa pula hal kaya gini bisa kejadian?

Kadang gue dilema banget nulis yang kaya' beginian di blog karena apa? Bukan karena gue takut di baca orang-orang kantor (dibaca : atasan) ataupun kejadian tempo dulu terulang, dimana orang HRD repot ngurusin clip sama tulisan yang gue tag ke temen-temen trus melalui "mulut-mulut Tuhan" akhirnya sampailah ke telinga gue dengan sedikit tergelitik juga gue dengernya. Gue jadi mikir, tuh orang HRD kerjanya apa di kantor kalo tiba-tiba clip yang gue tag di pesbuk mereka sampai tahu? Gue sendiri aja nulis kaya' beginian rela-relain ke warnet sampai malem karena ga mungkin di rumah gue nulis kaya' gini sementara suara orang-orang rumah kerasnya melebihi desibel-nya bunyi suara tawon zzzzZZZzzz...

Oke, kembali ke topik... PLAK...sadar-sadar...

Nah. lanjut ya pemirsa...jadi agenda kemarin rapat di weekend emang penting banget, urusan negara gitu deh (gaya segede batu kali).Tapi gue jadi mikir, kalo kaya' gini sekali...dua kali...tiga kali...next time gue punya anak (amin...) bisa jadi minta jalan-jalan ke Bapak-bapak yang lain karena Papahnya sendiri ngga ada waktu buat ngajak jalan di akhir pekan (serem nggak tuh?) kira-kira adegannya seperti ini...

Anak Gue (AG) : Pak, ajakin aku jalan-jalan dong! Mamah juga minta diajak jalan-jalan tuh...!
Bapak-bapak (Bb) : Loh kamu anak siapa? Sejak kapan saya jadi Bapak kamu?
AG : Papah saya sibuk tiap weekend rapat mulu di luar kota.
Bb : Aduh kasian, ayo Nak kita jalan bareng-bareng, ajak mamah mu juga ya?

 Trus malemnya gue pulang tiba-tiba ada Cowok paruh baya kumisan nggak jelas nonton DVD di ruang tamu gue dan anak gue duduk di pangkuannya dan Istri gue sibuk buat popcorn di dapur.

Gue : Loh Nak, itu siapa?
AG : Ini Bapak...
Gue : Iya Bapak siapa?
AG : Bapak aku yang baru, mamah juga sudah tau kok Pah...
Gue : Loh, aku ini Papah kamu Nak! Kenapa kamu panggil dia Bapak juga?
AG : Lagian Papah tiap weekend nggak pernah ajak aku jalan-jalan, beda sama Bapak.
Gue : Loh Nak, Papah kan rapat untuk kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia tercinta?

Mampus nggak tuh tiba-tiba anak kecil diajak ngomong tentang wawasan kebangsaan?

Itu contoh sederhana banget lah. Tapi yang pasti weekend kemarin gue bener-bener mendapatkan sebuah pelajaran berharga di kamar hotel tempat gue menginap waktu meeting.

Terus terang ini hotel rada sableng, padahal ini acara kejadian karena anggaran kegiatan dimana gue adalah anggota tim tapi gue dapet kamar yang rada nyeleneh. Layaknya teman-teman kantor yang lain, gue juga dapet kamar sendiri yang terletak di gedung hotel baru di lantai 2. Setelah ambil kunci gue ke ruang rapat sebentar laporan kalo gue sudah datang dan mau cuci muka sama sholat Ashar dulu di kamar. Setelah absen gue langsung menuju kamar hotel.
Tiba di depan kamar No. 229 gue masukin kartu ke pintu, keluar bip lampu warna hijau gue buka pintu dan apa yang terjadi pemirsa? Gue bener tidur sendiri tapi di kamar itu isinya ada tiga kasur (#tepokjidat) Beneran tiga kasur terpampang rapi di hadapan muka gue.
Ini yang salah mata gue apa memang si resepsionis cepat tanggap melihat body gue yang setara dengan tiga single bed disatukan? Sumpah nggak penting banget kejadian kaya gitu bikin senewen, langsung aja gue telpon resepsionis.
Telpon resepsionis bukan dapet jawaban "Oh iya Pak maaf kami salah kasih kamar malah dijawab...
"Maaf Pak, sementara kamar yang kosong hanya itu dan mungkin Bapak sekamar dengan yang lain?"
Asal jeplak nih resepsionis, sisa 3 orang yang belum datang itu atasan gue jadi nggak mungkin gue sekamar sama mereka. Tapi ya sudahlah daripada tambah suntuk karena di jalan kena macet gara-gara ada mobil pecah ban mendingan sementara gue terima dulu siapa tahu nanti ada kamar kosong gue bisa tuker.

Gue mulai meeting dari Pkl. 16.00 - 18.00 karena break ISHOMA. Nah, Pkl. 17.00 Bos gue dateng beserta driver-nya. Entah apa yang dibicarakan yang pasti tiba-tiba seisi ruangan pada bilang "Tuh di kamar Iksan kasurnya ada tiga." ya gue ngangguk aja kirain apaan. Tiba-tiba driver si Bos mendekat ke gue terus berbisik

"Mas, boleh pinjem kunci kamarnya nggak? Gue ga kuat mau bok*r dulu."

Mendengar bisikan itu, saatnya gue berkata "SEMPURNA..."
Bener-bener dah mimpi apa gue semalem kok nasib begini amat? Tapi ya sudahlah manusia sudah kodratnya saling tolong menolong...SKIP

Jadi rapat malam itu dilanjutkan hingga Pkl. 24.00 dan gue terpaksa nggak tidur di kamar dengan kasur tiga biji karena ternyata Bos gue beserta driver-nya pulang malam itu juga...Udah gitu kan awalnya gue niat gila-gilaan di kamar, ngerekam gambar pake kamera Henpon trus gue loncat-loncat di tiga kasur itu, tapi niat itu terpaksa diurungkan karena saat rapat gue baca thread di kaskus yang isinya tuh ada orang iseng-iseng foto temennya yng lagi sholat di kamar tiba-tiba setelah fotonya jadi ada gambar perempuan dengan mukena hitam ada di belakangnya ikut jamaah sholat, HAMSYONG banget bikin bulu kuduk berdiri,

Jadinya malam itu gue tidur sama temen gue di kamarnya daripada gue seneng-seneng tidur di kamar yang ada tiga kasur trus malem-malem melek tiba-tiba di kasur sebelah ada cewek nyengir...mending cewek, kalo orang tua melambai-lambaikan tanggannya bisa kaku di atas kasur dah.
Gue emang rada parno sama yang namanya hantu, beberapa kali kontak mata sama hantu di rumah walopun rada samar karena di malam hari tapi tetp buat trauma.

Udah cukup bicara tentang hantu, kita balik ke tema...
Gue tidur di kamar temen sekitar Pkl. 01.00 setelah cerita wira-wiri langsung blek molor nyenyak banget.
Meskipun tidur pake celana jeans, malem-malem tetep aja kerasa menggigil emang suhu AC dipasang 17 derajat celcius. Gue bangun kedinginan waktu lihat jam di henpon ternyata sudah Pkl. 05.36 daripada gue telat bangun jadi gue langsung ke kamar mandi ambil wudhu buat sholat Subuh.

Pada saat wudhu ini gue sadar ada yang berubah dari diri gue...
Jadi sebelum wudhu gue cuci muka sambil sikat gigi gitu deh...biasa di kamar mandi hotel kan ada wastafel yang ada cermin segede gaban di depannya. Waktu gue menatap di cermin benar-benar ada perubahan signifikan pada wajah gue.

Yang jelas wajah gue nggak mungkin jadi beberapa puluh persen lebih tampan (ngarep.com) tapi ternyata di bawah hidung gue sudah tumbuh kumis yang cukup lebat dan gue juga udah tumbuh jenggot yang sangat terlihat jelas. Hal yang hampir setahun ini nggak gue perhatikan sama sekali.

Gila ya, kita ngurusin kerjaan sampai rela lembur entah obsesinya apa, trus kita rela weekend tetep kerja sampai nggak sadar besoknya sudah hari Senin lagi jadi harus kembali ngantor lagi, tapi gue kehilangan momentum terhadap perubahan yang ada di diri gue sendiri? Kumis yang tumbuh di bawah hidung dan jenggot yang tumbuh seperti tumbuhan sulur nggak jelas arahnya mau kemana (jarang-jarang tapi kelihatan) sama sekali lepas dari perhatian gue. Beberapa hari terakhir memang gue rada sedikit aneh setiap bertemu orang baik itu di JNE saat gue kirim barang ataupun di kantor saat berpapasan dengan orang yang dikenal, ada perubahan panggilan yang gue terima. Dulu atau sekitar setahun yang lalu gue masih disapa "Mas" sama orang-orang yang berpapasan dengan gue atau misalkan gue lagi di mall lihat barang-barang, tapi sekarang tiap gue bertemu atau berkomunikasi dengan orang-orang di mana saja mendadak panggilan gue berubah menjadi "Pak". Ini bukan yang memang kebetulan terjadi tapi ternyata wajah gue menua dengan lebih cepat dan gue nggak sadar akan hal tersebut? Damn, what's wrong with me?


Ada yang salah dengan paradigma menjalankan kehidupan seperti ini. Mungkin lo semua bakal bilang "Lo kan cowok jadi jarang memperhatikan kondisi wajah, beda sama cewek yang selalu berdandan?" atau "Mungkin kalo cowok memang nggak terlalu memperhatikan wajah atau penampilan, kadang cewek juga over dalam gaya berpakaian atau menggunakan make-up tanpa mereka sadari?" Tapi bukan itu intinya...

Sekarang untuk yang sudah bekerja dan masih tinggal bersama keluarga di sebuah rumah atau misalkan sudah menikah dan tinggal serumah dengan pasangaannya, jika ada pertanyaan "Berapa jam dalam sehari kalian berkomunikasi dengan keluarga, suami, istri, anak setelah pulang bekerja?" lalu apakah kalian akan menjawab dengan jawaban "Ya, saya punya cukup waktu untuk berkomunikasi dengan keluarga di rumah." atau malah ada yang akan menjawab "Oh my God, aku sendiri lupa berapa usia anak-ku sekarang?"


Kalo saya pribadi punya jawaban sendiri dari kejadian menatap wajah sendiri di depan cermin di dalam toilet kamar hotel, "Mungkin gue kurang berkomunikasi dengan keluarga sehingga mereka sama sekali tidak peduli dengan perubahan yang terjadi pada wajah gue." Padahal belum lama ketika gue selesai kuliah, kedua orang tua gue selalu bertanya kenapa gue kurusan? Apa gue capek atau stress belum diterima kerja? Mengapa gue jadi susah makan? atau hal printil-printil  lainnya?

Oke kalo begitu harus ada yang ditlikung dari pola pikir atau paradigma meniti karir gue yang baru seumur jagung ini. Gue nggak bisa bayangin selalu saja ada pertanyaan Kenapa Bos-bos di kantor kebanyakan hanya punya anak tunggal? trus selalu juga disertai dengan jawaban Mending punya anak, ada yang sudah pada posisi tertinggi struktural di kantor masih belm punya anak atau bahkan belum punya pasangan hidup? lah kok bisa seperti itu?

Sekedar mengingatkan, membentuk sebuah keluarga bahagia juga harus jadi prioritas di dalam menjalani hidup ini. Jika Allah SWT memberi gue umur panjang, kesehatan jasmani dan rohani, rezeki yang halal dan berlimpah maka gue mewajibkan diri gue sendiri untuk membuat keluarga yang bahagia lahir bathin.

Tidak sedikit di zaman sekarang (sori bukan menyinggung masalah gender) yang usianya sudah cukup berumur namun belum menikah kemudian selalu mengeluarkan alasan skeptis dengan mengatakan Kalo kita nggak punya kedudukan atau jabatan atau harta yang mencukupi maka kita tidak akan dihargai pasangan kita kemudian akan terus menjawab seperti itu hingga dia sudah memiliki rumah yang bagus, mobil yang berkelas, jabatan yang tinggi, gaji yang sangat mencukupi.

Tapi sekali lagi semua itu pada dasarnya akan menjadi lebih sempurna jika kita hidup dikelilingi oleh Keluarga yang selalu mencintai kita, anak-anak yang selalu membanggakan kita dan menganggap kita adalah orang yang tepat ketika mereka bertanya.

Beneran deh, gue sendiri udah punya gaji yang alhamdulillah banget untuk tinggal di ibukota sekalipun. Meskipun ada yang bilang Mungkin sekarang lo merasa berkecukupan karena lo belom punya tanggungan baik itu anak maupun istri. Untuk pernyataan seperti itu akan selalu terbantahkan dengan jawaban Maaf, gue nggak akan menganggap istri dan anak-anak gue sebagai sesuatu yang disamakan dengan perihal "tanggungan" yang dirasa membebani. Istilah seperti itu sangat culas sekali Oh Come On...


Dari sini gue berkesimpulan, sekali lagi akan menjadi keputusan yang tepat ketika gue mulai merubah paradigma dalam menjalani kehidupan ini. Gue akan sangat-sangat dan sekali lagi sangat....menghargai waktu yang sudah diberikan ke gue dengan tetap memanfaatkan segala kesempatan yang ada. Keluarga akan menjadi prioritas gue nomor wahid karena kita hidup tidak selamanya berjalan mulus dan kemana lagi kita akan meminta pertolongan kecuali kepada keluarga yang selalu akan mendengar dan menghargai serta akan selalu siap untuk membantu kita kapanpun dan dimanapun serta tanpa ada pamrih sedikitpun.

Oleh karena itu berdoalah selalu kepada Allah SWT untuk kesehatan, kebahagiaan diri kita beserta keluarga kita dan MULAI SAAT INI SAATNYA KITA BERUBAH UNTUK MENJALANI KEHIDUPAN INI MENJADI LEBIH INDAH DAN BERWARNA BERSAMA KELUARGA KITA.


Behind my desk
28 September 2011







Rabu, 03 Agustus 2011

Dibalik N.A.N.A.R *8



Jalannya Tuhan berliku berlalu
Mengarahkan tanpa tangan-Nya
Menunjukkan dengan penuh seksama
Melatih hati naik turun bersilih berganti
Kuatlah kuat...anak manusia


Diorama 8 :Gamang

Sudah bulat tekad Rohman untuk kembali mengunjungi sebuah kota kecil di Jawa Timur dimana dia menempa diri menjadi pemuda yang berbakti pada negeri. Pernah suatu waktu di tahun 2006, bersama kawan seperjuangannya semasa kuliah, Rohman memblokade jalan protokol di kota kecil tersebut untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda. Nampak gagah  Rohman menghadang setiap kendaraan yang akan berlalu, tiada gentar hati walaupun barisan "pendemo" selalu dihalau para aparat yang mereka sendiri tidak tahu mengapa diperintahkan untuk menghalau para pendemo yang mereka sendiri tidak kenal.

Saat itu George W. Bush akan hadir ke Indonesia atau tepatnya pagi itu mantan presiden negara "paling demokrasi" hadir menemui Bapak terhormat di Istana Bogor. Agendanya entah apa tapi yang pasti bagi mahasiswa saat itu (termasuk Rohman) adalah haram hukumnya bagi Bush untuk menginjakkan kaki di bumi nusantara. Pandangan masih lurus, murni belum dikelok-kelokkan oleh "kebutuhan dan keinginan", langkah masih tegap menolak setiap kata yang bernafaskan kapitalisme. Rohman sekali lagi berdiri di tengah jalan protokol untuk menunjukkan bahwa ada yang tidak beres dengan kondisi saat itu.

Rohman akan mengunjungi seorang sahabat, seorang Kakak, seorang penunjuk jalan, atau bahkan seorang yang legendaris bagi dirinya. Orang ini bukan pahlawan, bukan pula tokoh politik, apalagi artis ibukota. Orang ini lahir di sebuah kota yang sama dengan kota dimana presiden pertama dilahirkan. Orang ini masih setia tinggal di kota tempat dirinya dan Rohman berjuang, minimal berjuang untuk sesuatu yang secara subjektif mereka katakan sebagai "hal yang tepat".

Bung, aku datang... hati kecil Rohman berbisik pada dirinya sendiri. Aliran darah yang kuat mengalir di dalam setiap nadi Rohman yang tidak tahan ingin menumpahkan seluruh uneg-uneg yang ada di dalam benaknya. Ketidak-mestian yang ia temukan pasca lulus dari bangku kuliah, apa yang salah menjadi abu-abu karena semuanya ternyata bisa "dibenarkan" di ibukota.

Tahun 2007, Rohman bersama karibnya yang biasa ia panggil Bung ini melakukan sebuah perjalanan yang jika dipikir tidak mungkin akan diulanginya kembali saat ini. Saat dimana mencari waktu luang adalah suatu hal yang hampir langka. Langka bukan karena tidak bisa dicari, tapi langka karena berkelahinya dua sisi hati karena saat ini tidak boleh lagi ada ke-ego-an hati karena sekali saja ego hinggap, maka munafik lah Rohman menyebut dirinya sendiri. Bukan apa-apa, waktu luang yang sengaja diciptakan untuk hal yang hanya bersifat mencari penghibur diri maka sama saja dengan bentuk kecil pengkhianatan terhadap rakyat yang telah berjerih payah mencari kepingan rupiah untuk kemudian "disisihkan" sebagian kepada negara. Bentuk pengkhianatan yang sudah dilakukan oleh beberapa oknum "pengumpul" uang negara karena kemudian tidak digunakan untuk mensejahterakan rakyat yang lain akan tetapi justru malah digunakan untuk mensejahterakan diri dan sanak saudaranya sendiri.

4 kota di satu propinsi dijelajahi oleh Rohman dan Bung tanpa pernah khawatir akan terjadi kelaparan, tersasar di tengah hutan di malam hari yang menyatukan batas-batas kota atau bahkan sejenak terpikir akan dihadang di tengah jalan oleh orang yang tidak bersahabat. Sebuah motor tua keluaran tahun 80-an milik Bung yang merupakan warisan turunan dari orang tua Bung yang seorang pensiunan pegawai Pemda adalah saksi sejarah perjalanan touring 4 kota yang dilakoni dua orang karib ini. Banyak kejadian di luar nalar namun dapat dilalui dan akhirnya menjadi kisah klasik yang selalu akan ditertawai bersama-sama antara Rohman dan Bung di kemudian hari. Kejadian yang paling tidak akan terlupakan salah satunya adalah saat mereka membuat perjanjian nyeleneh yang harus dipatuhi saat perjalanan dilakukan agar keduanya terhindar dari kecelakaan karena jalan antar kota di Jawa Timur lazim dilalui oleh truk-truk besar yang membawa barang baik itu hasil perkebunan ataupun barang lain yang akan diperdagangkan di kota yang lebih besar.

"Saiki ngene, awakmu karo awak'ku buat perjanjian piye?ha..ha..?" Bung mengingatkan
"Ngapain Cak buat perjanjian segala?kita kan hanya berdua, lagipula juga selalu bareng-bareng di perjalanan? Rohman bingung.
"Ngene loh...di dalam kondisi apapun, sing jenenge melakukan perjalanan iki meski ono sing dadi pemimpin ono sing dadi pengikut ben ono sing mengingatkan semisal aku ngantuk di perjalanan ya awakmu ki meski memperingati aku!" Bung serius menjelaskan.
"Oke...terus jenis perjanjiannya seperti apa?" Rohman menelisik.
"Jadi begini...Semisal awak'ku ngantuk waktu nyetir montor, awakmu harus nempiling pipiku ben aq langsung seger meneh!"
"Wah, aku ngga tega Cak?masa aku harus gampar sampeyan?" Rohman masih bingung.
"Wis tha lah...lek dikandani ojo ngebantah ae!" Bung menegaskan perkataan.


Tau apa yang terjadi kemudian?

Saat itu menjelang maghrib, Rohman dan Bung masih asyik berboncengan di jalan beraspal menuju Kota Trenggalek. Tidak ada lampu jalan, pohon-pohon tinggi rindang setia menemani di sisi jalan padahal sudah hampir satu jam perjalanan mereka lalui dan suasana tetap seperti itu. Rohman dan Bung saling diam dan tidak ada sedikit percakapan-pun dilakukan dan ini tidak seperti biasanya. Bung mengendarai motor legend-nya dengan kecepatan standar kemudian sedikit agak kencang ketika akan melewati kendaraan lain yang ada di depannya. Suasananya benar-benar sepi, jalanan hanya dilalui satu atau dua kendaraan dan sesekali truk besar yang membawa hasil hutan. Tiba-tiba sebuah cahaya terang mendekat mengagetkan Rohman namun Bung hanya terdiam dan seakan tidak terjadi apa-apa padahal sebuah truk sedang melaju kencang dari arah berlawanan.

PLAK..!
Sebuah tamparan keras tepat mendarat di pipi Bung sebelah kanan.
"JANCOOOK...!" Bung mengumpat namun seketika sadar ada truk besar yang akan menabrak dari arah berlawanan.
Stang motor dibanting ke kiri ditambah berat beban kedua anak muda tadi sehingga membuat motor hilang kendali dan jatuh di atas aspal di pinggir jalan.
Bung langsung bangun dan membenarkan posisi sepeda motor kemudian diam saling bertatapan dengan Rohman.

"Mau opo Man?" Bung spontan bertanya.
"Aku juga nggak ngerti tapi yang pasti sampeyan iku dlongop ae waktu ada truk di depan muka kita pas, Asu tenan!" Rohman mengumpat.
"Lah iyo...aku iku mau nggak sadar blass moro-moro awakmu ngampleng aku langsung sadar ono truk segede genderuwo neng ngarepku pas, Astaghfirullah...!" Bung beristighfar. "Iki sing aku maksud waktu awak'e ki buat perjanjian yo iki kamsude Le'..! "

Bung dan Rohman melanjutkan perjalanan untuk kemudian singgah di sebuah kedai yang menjual makanan ringan dan minuman. Bung bercerita panjang mengapa dia sengaja membuat perjanjian nyeleneh di awal perjalanan mereka. Ternyata perjanjian itu dibuat untuk mengenang teman Bung yang tewas seketika ketika melakukan perjalanan dengan Bung, sama seperti yang saat ini mereka lakukan. Kondisinya benar-benar tragis, Bung yang membawa sepeda motor dan saat itu hujan rintik-rintik di sebuah perjalanan dari Kota Tulung Agung menuju Kota Blitar. Mereka melalui jalan yang dikelilingi pohon rindang dan sepi, dan saat itu mereka asyik bersendagurau membicarakan teman wanita di sekolah yang ternyata sama-sama mereka berdua taksir. Bung sering menghadap ke belakang karena suara teman yang terhalang suara deru angin hingga pada sebuah tikungan tajam Bung tidak mengurangi kecepatan laju motornya dan dari arah berlawanan  sebuah mobil sedan hitam juga melaju dengan kecepatan tinggi. 

Bung kaget dan membanting stir motor ke kiri namun kondisi jalan yang licin justru membuat motor terpental dan jatuh kemudian terseret hampir 30Meter. Semuanya berjalan sangat cepat kemudian dalam beberapa detik mereka sudah dikerumuni oleh warga sekitar maupun pengedara kendaraan lain yang berlalu-lalang. Bung di bawa ke Rumah Sakit terdekat karena ada beberapa luka memar di sekujur tubuhnya termasuk jari tengah tangan kanan yang remuk sehingga tulang jarinya harus diganti dengan tulang palsu dari gips kecil yang membuat jari tengah tangan kanannya tidak bisa sempurna melipat. Jika kita lihat saat Bung berdoa setelah sholat, jari tengahnya seakan memberikan sinyal "fuck" bagi orang disekelilingnya, haha...

"Terus teman sampeyan itu apa kabarnya sekarang?" Rohman menyeruput kopi cete (kopi dengan ampas) dengan seksama.
"Konco ku iku matek Cong!" Bung menjawab keras.
"Matek maksudnya?" Rohman belum mengerti.
"Matek iku ya mati..meninggal...innalillahi...kembali ke haribaan-NYA! Opo neh? Dobol awakmu iku, asu tenan!" Bung kembali mengumpat.
"Innalillahi...kok bisa Bung?"
"Yo iso jenenge umur sopo sing ngerti? Cuk...awakmu iki ora cerdas blass...isin aku koncoan mbe' awakmu!" Bung bersungut mendengar pertanyaan Rohman yang tidak mencerminkan seorang mahasiswa cerdas. 
"Ya maksud aku..saat kejadian itu konco mu kenapa bisa meninggal?" sekarang Rohman mencomot pisang goreng hangat di atas piring yang sudah disediakan.
"Koncoku jare pendarahan, aku nggak pernah lihat dia sama sekali setelah kecelakaan iku." tatapan Bung seketika kosong dan gelas berisi kopi di hadapannya dibiarkan mengepul mengeluarkan asap.
"Jadi...kawanmu itu meninggal seketika terus kamu nggak pernah lihat dia lagi gimana toh? Ya kan orang meninggal dikubur ya nggak bisa dilihat lagi toh?" Rohman masih terlihat bego.
" Matek Le'..matek...marine kecelakaan iku koncoku pendarahan dalam neng ndase."
"Ndas apa Cak?"
"Yo Ndas mu iku pecah...Assuuuu...kowe iki longor nggak mari-mari!" Bung frustasi menjawab pertanyaan Rohman.


Pada dasarnya Rohman paham apa yang diceritakan oleh Bung, dia tahu semua cerita Bung waktu singgah dan menginap semalam di rumah Bung waktu semester 5. Ibunya pernah bercerita bahwa Bung pernah kehilangan sahabat karibnya dalam sebuah kecelakaan sepeda motor dan Bung merasa sangat menyesal karena dia yang mengajak sahabatnya tersebut untuk sekedar jalan-jalan. Sahabat Bung  biasa dipanggil Bonar, orang Batak yang sama sekali tidak galak, tidak pernah berkata keras dan bahkan sangat lembut dan baik hati. Bung dan Bonar bersahabat sejak kecil dan Bung sempat frustasi tidak ingin melanjutkan sekolah setelah kejadian itu, bukan hanya sekedar karena Bonar yang meninggal dalam kecelakaan, Bung yang baru tersadar dua hari pasca operasi pembuluh darah yang tersumbat dan operasi kecil lainnya mengakibatkan dia tidak dapat menyaksikan pemakaman Bonar setelah kecelakaan tersebut.

Rohman juga sempat berfikir, dua kali dia diajak Bung ke-rumahnya di Blitar dan dua kali pula ia ditraktir dawet ayu di depan sebuah gerbang besar di pinggir Kota Blitar yang tidak pernah Rohman tanyakan ada apa di dalam gerbang besar tersebut. Rohman hanya menyaksikan kedua bola mata Bung yang tiba-tiba kosong dan sesaat kemudian menitikkan beberapa butir air mata kemudian Bung kembali tertawa. 

Saat itu Rohman hanya berfikir sederhana, mungkin di tempat penjual dawet ayu yang sudah berusia lanjut tersebut, Bung menghabiskan masa kecilnya bersama kawan-kawan yang saat ini sulit dia temukan karena kesibukan masing-masing. Bung juga sempat bercerita bahwa Putri Indonesia yang berasal dari Blitar adalah kawan kecilnya dulu yang pemalu. Bung juga selalu mengajak Rohman ke Perpustakaan Bung Karno dan dengan semangat bercerita betapa dia sangat mengagumi Tokoh Proklamator tersebut dan Rohman-pun akhirnya mengamini bahwa memang Bung Karno pantas untuk menjadi tokoh idola sepanjang zaman.

Setelah kejadian nyaris kecelakaan yang dialami Rohman dan Bung tersebut, banyak sekali hikmah yang mereka berdua ambil. Perjanjian konyol yang mereka tepati saat itu ternyata menyelamatkan mereka dari maut. Pengalaman yang pernah dialami Bung ternyata bermanfaat pula bagi Rohman sehingga Bung merasa bersyukur karena tidak melakukan kesalahan fatal dalam hidupnya dua kali. Toh akhirnya Rohman dan Bung berhasil mengelilingi tidak hanya empat kota namun ditambah lagi dua kota dan mengakhiri perjalanan di Kota Ponorogo pada tanggal 17 Agustus dan mereka rayakan bersama warga setempat menyaksikan puluhan kelompok Reog Ponorogo tampil di tengah jalan kota.
Sebelum mereka kembali ke Kota Malang, Bung pernah memberi nasihat penting yang tidak akan pernah Rohman lupakan.

"Man..kamu itu wis tak anggep dhulurku dhewe, adekku, konco akrabku, wong paling gendheng sing tak kenal...awakmu iku nggak cuma wani neng omongan tapi yo wani pisan neng tindakan, terus terang jarang arek mahasiswa zaman saiki koyo awakmu. Awakmu sering ngomong lek uang utowo rezeki iku selalu menghampiri jiwa-jiwa yang besar, kreatif serta jiwa-jiwa yang nggak pernah lelah membantu manusia-manusia lain yang membutuhkan. Semisal awakmu dadi wong sukses...opo iku dadi pejabat, pengusaha, mantri, dukun sakareppe wes....sing penting awakmu harus selalu iling bahwasanya Gusti ALLAH iku nggak tau turu! Segala ucapan dan tindakanmu nggak oleh meleset setitikpun dari Al-Qur'an lan hadist Rosululloh Insya Allah uripmu selamet dunyo lan akherat"


* * * 

Rohman menapakkan kaki menuju ruko pertokoan yang saat ini banyak bermunculan di kota-kota kecil di Indonesia. Tujuannya ternyata bukan untuk membeli makanan atau minuman, namun langkahnya mendekat ke sebuah ruko berukuran yang bukan digunakan sebagai ruko akan tetapi menjadi sebuah kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah.

"Assalamualaikum, tuku..." guyonan yang selalu dilontarkan Rohman saat akan berkunjung ke sebuah tempat.
"Wa'alaikumsalam...tuku opo? Assu nggak ndelok tha lek iki Kantor Notaris?" seorang lelaki bertubuh kurus mengenakan polo shirt berwarna merah dan jeans hitam menuruni anak tangga sambil mengumpat.
"Aku arep tuku raimu...oleh porah? piro hargane?"

Lelaki kurus tersebut memicingkan mata karena tidak dapat melihat siapa tamu yang datang dengan perkataan kasar yang tidak dapat diterima oleh orang pada umumnya. Mentari pagi yang bersinar terik menyapu wajah Rohman sehingga ia-pun tidak begitu melihat jelas siapa pemuda kurus yang turun dari tangga tadi. Rohman-pun mengambil resiko siap di tempeleng ketika orang yang turun dari tangga bukan si Bung yang dia maksud.


Lelaki tersebut mendekat ke Rohman sesaat kemudian
Plakk...! lelaki tersebut ternyata benar-benar menempeleng Rohman.
"Hasssuuu..." Rohman mengumpat.
"Jancuuuk...lapo koen rene?" ternyata lelaki yang turun dari tangga tadi benar adanya si Bung yang sesaat kemudian memeluk erat Rohman dengan masih memegangi pipinya yang baru saja di-tempeleng.

"Ojo kakean cangkem koen, iku balesanku atas perbuatanmu mbiyen awakmu nempiling awakku neng sepeda montor." Bung mengatakan tamparan tersebut sebagai balasan karena Rohman pernah melakukan hal yang sama ketika mereka sedang melakukan touring enam kota di Jawa Timur dengan motor tua milik Bung yang merupakan warisan dari Bapaknya.
Kedua sahabat tersebut saling berpelukan dengan erat dan tidak memperdulikan orang lain yang menatap dengan aneh mereka berdua. Keduanya saling tertawa lepas dan mengeluarkan kata-kata kasar khas umpatan orang Jawa Timuran yang pada dasarnya memiliki nilai filosofis, justru umpatan tersebut menandakan tingkat keakraban dua orang manusia.

Bung mengajak Rohman makan di warung "Warna-Warni" yang nota-benenya adalah warung gaul khas anak muda Malang dengan bervariasi makanan dan minuman yang menggugah selera. Keduanya masih tidak percaya akan bertemu lagi karena di satu sisi Rohman harus berjibaku bekerja di tengah kerasnya ibu kota sedangkan di lain sisi, Bung saat ini menjadi asisten seorang Notaris muda yang ternyata adalah kakak tingkat mereka semasa kuliah.

"Bung, aku ambil cuti tiga hari khusus untuk ngobrol karo sampeyan." Rohman membuka percakapan.
"Haisshh...awakmu mek telung dino neng kene? Telung dino yo ora cukup Cuk...arep lapo telung dino neng kene?" Bung dengan bahasa sehari-harinya.
"Ya nggak enak Bung, aku kan sekarang jadi abdi negara masa seenaknya ambil cuti? Tiga hari ini aja aku nggak enak sama teman-teman di kantor." Rohman mulai menyeruput Es Megamendung khas Warung Warna-Warni.
"Oiyo lali aku lek awakmu saiki dadi PNS yo? Wis ojo suwi-suwi...gajimu iku asale teko keringet rakyatmu dhewe Su'! Wes sesuk ae awakmu muleh ojo suwi-suwi!" sekarang malah Bung meminta Rohman untuk segera pulang karena menurutnya tidak baik bagi seorang abdi negara semena-mena mengambil cuti untuk kepentingan pribadi mereka.
"Halah...sampeyan itu selalu seperti itu." Rohman masih asyik menikmati Es Megamendung. "Aku ini menyisihkan waktu buat menemui sampeyan, karena aku sudah muak dengan kondisi di sekitarku apalagi di ibu kota!" Rohman memulai curhatnya dengan Bung.

Rohman memuntahkan segala uneg-uneg yang selama ini ia simpan kepada Bung mulai dari sistem birokrasi yang njelimet, fokus manusia yang berkutat pada syahwat mengejar materi dan lawan jenis, kultur para abdi negara yang sakarepe dhewe, para penjilat yang berkeliling di sekitar lingkup pekerjaan dan masih banyak lagi. Tapi fokus pertanyaan yang kali ini harus dijawab si Bung adalah mengenai ketetapan hati.

"Pertanyaan terakhirku Bung, ketika aku selalu  mendapat fasilitas saat akan berkunjung ke daerah dengan menggunakan pesawat yang nyaman kemudian menginap di hotel yang nyaman pula dengan uang saku yang sekali lagi membuat dompet semakin nyaman, apakah menurutmu aku akan tetap kembali ke jalan, menyaksikan rakyat negeri ini sengsara dan mau bergandengan tangan untuk mengajak mereka ke kehidupan yang lebih baik? Sedangkan banyak di antara pimpinanku enggan untuk berkunjung ke daerah pedalaman atau daerah perbatasan negara yang hidupnya sangat memprihatinkan." Rohman bertanya panjang lebar dengan semangat yang sesat kemudian dijawab oleh Bung.

"Asu...jawaban dari pertanyaanmu itu ada di sini...di sini...dan di sini." sambil menunjuk kening...dada dan...


bawah pusar.